Search

Home / Aktual / Politik

Kas Negara Seret, Parpol Minta Jatah

Editor   |    24 Mei 2025    |   22:43:00 WITA

Kas Negara Seret, Parpol Minta Jatah
ILUSTRASI: APBN menipis, rakyat diminta hemat. Tapi partai politik malah minta jatah lebih. (podiumnews)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com – Subsidi dipangkas, program sosial disunat, dan rakyat diminta berhemat. Tapi di tengah APBN yang sedang sulit, usulan dari lembaga antirasuah memancing tanda tanya: partai politik sebaiknya diberi dana besar dari kas negara.

Pernyataan itu datang dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fitroh Rohcahyanto, dalam sebuah webinar yang diunggah melalui kanal YouTube KPK. Ia mengusulkan agar partai mendapat dukungan dana dari negara demi mencegah praktik korupsi yang kerap muncul dari mahalnya ongkos politik.

Namun, wacana itu justru menuai kritik. Salah satunya datang dari akademisi Universitas Airlangga (UNAIR), Ali Sahab SIP MSi. Dosen Ilmu Politik ini menyebut, pemberian dana besar kepada partai bukanlah hal baru. Tapi ia meragukan efektivitas pendekatan tersebut jika tujuannya untuk mencegah korupsi.

“Saya kira kurang efektif, berapa pun dana yang diberikan ke parpol kalau tidak ada komitmen ya sama saja,” ujar Ali melalui keterangan tertulis, Jumat (23/5/2025).

Ali mempertanyakan sejauh mana uang negara bisa menjamin perilaku elite politik tetap bersih.

“Artinya, sampai berapa besar anggaran itu bisa menjamin orang partai tidak korupsi?” katanya.

Menurut Ali, problem utama bukan sekadar kekurangan dana, tapi lemahnya komitmen internal di dalam partai politik. Ia menekankan bahwa menjadi pejabat maupun kader partai seharusnya dimaknai sebagai bentuk pengabdian, bukan lahan mencari keuntungan.

“Memang menjadi pejabat negara sebagai bentuk pengabdian,” tegasnya.

Ali juga menyoroti konteks yang lebih besar: kondisi APBN yang tengah tertekan. Di saat rakyat diminta mengencangkan ikat pinggang, rencana penambahan anggaran untuk partai politik dinilai tidak sejalan dengan prinsip efisiensi negara.

“Jangan rakyat saja yang disuruh efisiensi, tapi elite pemerintah tidak melakukan hal yang sama,” tandasnya.

Sebagai solusi, Ali menawarkan pendekatan yang lebih struktural: penegakan hukum yang tegas, serta keterlibatan publik dalam mengawasi elite politik. Ia percaya bahwa hukuman sosial dan perampasan aset bisa menjadi pencegah yang lebih efektif dibandingkan pemberian dana.

“Saya yakin ketika komitmen anti korupsi di masyarakat kuat, maka otomatis akan menjadi kontrol kepada politisi,” pungkas Ali. (riki/suteja)

 

Baca juga :
  • Bawaslu Harus Mendidik, Bukan Hanya Menindak
  • Sebelum Era Modern, Bali Sudah Mandiri Berdemokrasi
  • BPIP Ajak Pemda Rumuskan Strategi Geopolitik