TAK ada pagar kekuasaan di Jenar Kopi sore itu. Di kursi kayu yang biasa ditempati mahasiswa dan pekerja lepas, Gubernur Bali duduk santai, menyapa, bertanya, dan mentraktir kopi. Seolah kekuasaan berhenti sejenak untuk menyeduh makna.
Sabtu, 7 Juni 2025, bertepatan dengan peringatan Tumpek Klurut, Hari Kasih Sayang dalam tradisi Bali, Wayan Koster memilih cara sederhana untuk menunjukkan perhatiannya: mentraktir 1.000 cup kopi untuk siapa saja yang datang ke Jenar Kopi Kaliasem.
Tak ada protokol berlapis. Gubernur dua periode itu datang mengenakan pakaian adat putih lengkap dengan udeng, lalu menyatu dalam obrolan hangat bersama generasi muda. Ia menyapa satu per satu, bertanya jam berapa mereka biasa datang, apa menu favoritnya, lalu menyisipkan pesan kecil yang mengandung makna: belajar dan bekerja yang tekun agar menjadi SDM unggul untuk Bali.
"Hari ini Tumpek Klurut, hari kasih sayang Bali. Saya ingin merayakannya bersama anak-anak muda di tempat ini," ujar Koster sambil tersenyum, dikelilingi tawa dan gelas-gelas kopi yang mengepul.
Di sela kesibukan sebagai orang nomor satu di Bali, kehadiran Koster di warung kopi bukan hanya simbol keakraban, tetapi juga sinyal bahwa ruang-ruang publik seperti ini adalah arena penting untuk menyerap aspirasi generasi baru. Ia mendengarkan, bukan hanya berbicara.
Gede Pasek, staf barista di Jenar, mengungkapkan rasa terima kasihnya. Ia menyebut promo ini sebagai momen pertama yang begitu berkesan.
"Ini pertama kalinya berlangsung di Kopi Jenar. Ramai sekali, sudah hampir habis 500 cup sore ini," kata Pasek.
Pengunjung pun datang silih berganti. Tak hanya mencicip kopi susu atau kopi arak, mereka juga menikmati kesempatan langka untuk ngobrol langsung dengan pemimpinnya. Salah satu momen hangat terekam saat Koster mengangkat gelas plastik kopi bersama sekelompok anak muda dan bersulang ringan. Tak ada seremonial. Hanya tawa dan rasa hangat yang mengalir.
Pilihan tempat ini juga bukan tanpa makna. Jenar Kopi dikenal sebagai titik temu anak-anak muda Denpasar dan sekitarnya, mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja lepas, hingga komunitas kreatif.
"Yang doyan kopi, biasanya jodoh juga sama kopi arak," ucap Koster, menggoda ringan para pengunjung, sembari menunjukkan bahwa ia paham betul cara bicara anak muda hari ini.
Dalam balutan nuansa Tumpek Klurut, Gubernur Koster menunjukkan bahwa kasih sayang bisa hadir tanpa atribut kekuasaan. Cukup hadir, mendengar, dan sesekali mentraktir kopi.
Karena kadang, pemimpin yang baik bukan yang paling keras bersuara. Tapi yang paling tenang saat duduk di kursi kayu, bersama rakyatnya, menyeruput kehidupan.
(sukadana/suteja)
Baca juga :
• Kesetiaan yang Tak Bertanya, Hanya Membela
• Pidato Bung Karno Jadi Warisan Dunia
• Koster, dari Anak Miskin jadi Gubernur