BUNG KARNO adalah proklamator sekaligus pemikir ulung yang sadar betul pentingnya budaya. Ia tak sekadar membangun negara secara fisik, tapi juga merangkai narasi kebangsaan dari kearifan lokal. Di antara banyak inspirasi Nusantara, Bali punya tempat istimewa dalam imajinasi politiknya, membentuk dasar ide-ide besar seperti Pancasila dan Revolusi Mental. Pemikir Nusantara yang Berakar Budaya Bung Karno sangat memahami bahwa fondasi sebuah bangsa baru harus kokoh, tak hanya dari segi politik, tapi juga budaya dan spiritual. Ia melihat Bali bukan sekadar pulau eksotis, melainkan laboratorium nilai-nilai luhur yang universal. Ia sering berdialog dengan cendekiawan, seniman, dan pemuka adat Bali, menyerap esensi filosofi hidup yang telah berakar ribuan tahun. Inspirasi ini kemudian ia ramu menjadi konsep-konsep politik yang revolusioner, namun tetap membumi dan relevan bagi seluruh rakyat Indonesia. "Kedekatan Soekarno dengan Bali bukan hanya kunjungan biasa, melainkan sebuah proses intelektual dan spiritual yang mendalam. Ia melihat Bali sebagai sumber kearifan yang dapat memperkaya ideologi negara," tulis Prof Dr Anak Agung Gde Agung dalam bukunya `Bali di Mata Soekarno: Inspirasi untuk Indonesia Merdeka` (2012). Harmoni Bali: Fondasi Nilai Universal Dua konsep utama dari Bali yang sangat memengaruhi pemikiran Bung Karno adalah Tri Hita Karana dan Tat Twam Asi. Tri Hita Karana, filosofi ini mengajarkan tiga penyebab kebahagiaan dari hubungan harmonis: antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama, dan manusia dengan alam. Bung Karno melihat Tri Hita Karana sebagai cetak biru untuk masyarakat yang seimbang. Ini jelas terpantul dalam sila-sila Pancasila, mulai dari Ketuhanan hingga Keadilan Sosial. "Prinsip Tri Hita Karana memberikan Soekarno kerangka berpikir tentang bagaimana masyarakat ideal seharusnya dibangun—seimbang, harmonis, dan spiritual," demikian analisis Dr Ketut Sumiarsa dalam Jurnal Kajian Budaya Bali, Vol. 10, No. 1 (2020), artikel `Tri Hita Karana sebagai Basis Filosofis Pancasila dalam Perspektif Soekarno`. Sementara itu, Tat Twam Asi memiliki arti "Aku adalah engkau, engkau adalah aku." Prinsip persatuan spiritual ini mengajarkan empati, solidaritas, dan kesadaran akan kesalingtergantungan. Bung Karno mengadaptasi Tat Twam Asi menjadi semangat persatuan yang kuat, bahwa penderitaan dan kebahagiaan adalah milik bersama. Ini menjadi dasar kokoh bagi ide persatuan Indonesia dan gotong royong yang ia gaungkan. "Konsep Tat Twam Asi sangat selaras dengan gagasan gotong royong dan persatuan yang menjadi inti pemikiran Soekarno," kata Prof Dr I Made Sutrisna, seorang budayawan Bali, dalam sebuah artikel berjudul `Transformasi Nilai Bali dalam Ideologi Negara` yang diterbitkan di media lokal. Bung Karno yakin nilai-nilai universal dalam kearifan lokal Bali ini melampaui batasan agama dan suku, menjadi fondasi bagi kemanusiaan universal yang ia cita-citakan. Politik Inklusif Berkat Nilai Bali Inspirasi dari Bali memungkinkan Bung Karno merumuskan politik yang inklusif dan berakar pada identitas bangsa. Ia tak ingin Indonesia meniru Barat, melainkan menemukan jalannya sendiri, sesuai dengan jiwa dan kearifan Nusantara. Konsep Revolusi Mental yang ia gagas, misalnya, sangat relevan dengan nilai-nilai Bali. Revolusi Mental adalah tentang perubahan fundamental pada cara berpikir, bertindak, dan berperilaku bangsa, menuju mentalitas yang berlandaskan gotong royong, integritas, dan keberanian. Ini sejalan dengan upaya Bali menjaga keseimbangan spiritual dan material dalam kehidupan sehari-hari. "Revolusi Mental adalah cerminan dari semangat pembaruan yang bersumber dari kearifan lokal, di mana Bali memberikan contoh nyata bagaimana perubahan karakter dapat terjadi melalui praktik kehidupan sehari-hari," tutur Dr. Luh Putu Manik, seorang peneliti budaya, dalam bukunya `Kearifan Lokal dan Revolusi Mental Bung Karno` (2017). Dengan memasukkan nilai-nilai Bali, Bung Karno menegaskan bahwa politik bukan hanya soal kekuasaan, tapi juga soal kebudayaan dan spiritualitas. Ia membuktikan bahwa kearifan lokal bisa jadi sumber kekuatan dan inspirasi untuk membangun negara-bangsa yang modern namun tetap punya akar budaya kuat. Hingga kini, imajinasi politik Bung Karno yang dipengaruhi Bali ini masih sangat relevan. Ia mengajarkan kita bahwa dalam harmoni—baik dengan Tuhan, sesama, maupun alam—terkandung dasar revolusi sejati untuk mencapai kemerdekaan yang utuh dan kebahagiaan yang lestari. (*) Penulis: Redaksi Podiumnews
Baca juga :
• Bung Karno: Politik dalam Simbol Bali
• Tampaksiring: Istana Harmoni Soekarno di Bali
• Kuta, Jejak Dampak Konflik Politik Dunia