LANGIT Polandia sore itu cerah. Di atas tanah seluas tiga hektar di kawasan Dolina Charlotty, Slupsk, sebuah padmasana berdiri menjulang setinggi 16 meter. Di sekelilingnya berdiri kokoh bangunan-bangunan khas Bali. Pura, wantilan, rumah adat, ruang pameran, dan taman yang ditata rapi menjadi lanskap budaya yang tak biasa di jantung Eropa Timur. Pada Senin (16/5/2025), Taman Budaya Bali Indah diresmikan. Gubernur Bali, Wayan Koster, memotong pita bersama Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon, para menteri dari Polandia, duta besar, serta pejabat-pejabat penting dari kedua negara. Ratusan tamu undangan hadir. Pementasan seni dari ISI Denpasar dan Tim Kesenian DKI Jakarta mempersembahkan tarian-tarian khas Nusantara, menghidupkan suasana yang semarak dan menyentuh. Namun di balik seremoni itu, berdiri satu sosok yang diam-diam menjadi ruh dari seluruh peristiwa: Miroslaw Wawrowski. Seorang warga Polandia yang jatuh cinta pada Bali. Seorang pengusaha yang juga dipercaya sebagai Konsul Kehormatan Indonesia untuk Polandia. Dialah yang menginisiasi pembangunan taman budaya ini sejak pertama kali menyampaikannya kepada Koster saat berkunjung ke Bali tahun 2022. Kini, dua tahun setelahnya, taman itu berdiri nyata. “Berdirinya taman megah ini di atas lahan seluas tiga hektar merupakan suatu kebanggaan bagi pemerintah dan masyarakat Bali. Kekayaan serta keunikan budaya Bali yang adiluhung ternyata mengundang simpati dan dimuliakan di Polandia,” ujar Gubernur Wayan Koster dalam peresmian. Bukan hanya mimpi, taman ini dibangun dengan sentuhan langsung dari Bali. Sebanyak 100 pekerja asal Bali didatangkan sejak 2022. Arsitektur taman dirancang oleh para dosen dari ISI Denpasar. Semua elemen diupayakan setia pada nilai-nilai Bali yang spiritual dan harmoni. “Keberadaan taman ini menandakan semakin eratnya hubungan dan kerja sama antara pemerintah serta masyarakat Polandia dengan Pemerintah Indonesia, khususnya Provinsi Bali,” kata Koster. “Ini menunjukkan betapa cintanya Bapak Wawrowski terhadap Indonesia, khususnya Bali.” Di taman ini, bukan hanya pura yang berdiri megah. Ada juga rumah adat Bali, wantilan, dan fasilitas penunjang lain. Ke depan, menurut Koster, pemerintah juga akan menambahkan rumah adat dari NTB, NTT, Sumatera, dan daerah-daerah lain. Taman ini akan berkembang menjadi taman budaya Indonesia, bukan lagi hanya Bali. Dalam suasana musim panas Eropa yang lembut, taman ini bukan sekadar ruang wisata. Ia hadir sebagai ruang pengakuan. Bahwa budaya, bila ditanam dengan niat yang tulus, bisa tumbuh di mana saja. Bahkan di benua yang jauh dari tempat asalnya. Wawrowski tidak banyak bicara dalam seremoni itu. Tapi keberadaannya terasa dalam setiap sudut taman. Dalam setiap ornamen ukiran Bali. Dalam tarian yang dipentaskan. Dalam doa yang mengalun dari padmasana. Ia tidak membawa Bali sebagai komoditas. Ia menanamnya sebagai penghormatan. (sukadana/suteja)
Baca juga :
• Kadek Sonia dan Makna Literasi Emosional
• Putri Koster dan Sungai yang Kotor: Keteladanan dari Lumpur
• Dari Mendak ke Mengalir: Revolusi Sunyi Air Suci Besakih