Search

Home / Khas / Sosial Budaya

Kadek Sonia dan Makna Literasi Emosional

Editor   |    18 Juni 2025    |   04:55:00 WITA

Kadek Sonia dan Makna Literasi Emosional
Kadek Sonia Piscayanti (paling kiri), sastrawan asal Buleleng, bersama Kepala Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah Buleleng, Made Era Oktarini (tengah), dan penulis buku Cinta Tidak Kenal Takut, Putu Satria Kusuma (kanan), usai kegiatan bedah buku di RTH Bung Karno, Singaraja, Selasa (17/6/2025).

SUARA Kadek Sonia Piscayanti mengalir pelan namun dalam, mengisi Wantilan RTH Bung Karno pada Selasa (17/6/2025) siang. Dalam forum bedah buku Cinta Tidak Kenal Takut, ia tidak hanya mengulas isi karya, tapi menyalakan obor pemahaman bahwa literasi sejatinya menyentuh hati, bukan sekadar soal bacaan.

Bagi Sonia, membaca adalah jalan pulang ke dalam diri. Ia menyampaikan bahwa buku, ketika disentuh dengan empati, bisa mengubah cara pandang dan menyembuhkan luka yang tak terlihat. “Literasi bukan sekadar membaca teks. Ia juga menyentuh sisi emosional dan filosofis kehidupan,” ucapnya mantap di hadapan pelajar, pustakawan, guru, dan pegiat literasi yang hadir.

Membaca sebagai Perjalanan, Menulis sebagai Pengakuan

Menurut sastrawan asal Buleleng ini, menulis tak bisa dilepaskan dari proses membaca yang penuh rasa. Tidak ada yang instan. Ia mengajak generasi muda untuk memperkaya perspektif dan membuka ruang berpikir, karena dari sanalah benih keberanian dan kedalaman muncul. “Saya percaya, tulisan yang kuat lahir dari pembacaan yang jujur dan terbuka,” tuturnya.

Pernyataan itu terasa relevan, terutama ketika banyak orang muda merasa terasing di tengah derasnya informasi digital. Dalam forum yang digelar Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (DAPD) Kabupaten Buleleng ini, suara Sonia seperti penanda arah: bahwa literasi bukan tentang angka dan kecepatan, tapi tentang keberanian memahami dan menghayati.

Menyalakan Semangat Membaca yang Reflektif

Kepala DAPD Kabupaten Buleleng, Made Era Oktarini, menyebut bedah buku ini sebagai bagian dari upaya strategis untuk membumikan semangat literasi dengan pendekatan inspiratif. Ia berharap kegiatan seperti ini mampu mendorong generasi muda untuk tidak hanya membaca, tetapi juga mendalami makna dan nilai-nilai kehidupan dari setiap bacaan.

Penulis buku Cinta Tidak Kenal Takut, Putu Satria Kusuma, turut hadir dan membagikan kisah tentang lahirnya karya tersebut. Baginya, cinta dan keberanian bukan konsep, tetapi laku hidup yang dituliskan perlahan, dengan kesabaran, luka, dan harapan.

Literasi yang Menyentuh Rasa

Bedah buku hari itu terasa lebih seperti dialog batin. Antara pembaca dan penulis, antara gagasan dan perasaan. Dan Sonia, dengan tutur yang jernih, mengingatkan bahwa literasi yang hidup adalah yang tumbuh dari rasa, bergerak dalam keheningan, dan menyentuh mereka yang membaca bukan hanya dengan mata, tapi juga dengan hati.

(suteja)

Baca juga :
  • Miroslaw Wawrowski, Lelaki yang Menanam Bali di Polandia
  • Putri Koster dan Sungai yang Kotor: Keteladanan dari Lumpur
  • Dari Mendak ke Mengalir: Revolusi Sunyi Air Suci Besakih