Podiumnews.com / Aktual / Ekonomi

Ekonom UGM Asal Bali: Fenomena ‘Rojali’ Bisa Picu PHK

Oleh Podiumnews • 24 Agustus 2025 • 22:27:00 WITA

Ekonom UGM Asal Bali: Fenomena ‘Rojali’ Bisa Picu PHK
ILUSTRASI: Pengunjung ramai memenuhi pusat perbelanjaan, namun aktivitas belanja minim, mencerminkan tren rojali dan rohana akibat melemahnya daya beli. (podiumnews)

YOGAYAKARTA, PODIUMNEWS.com- Fenomena meningkatnya pengunjung pusat perbelanjaan tanpa diikuti aktivitas belanja yang signifikan atau dikenal dengan istilah rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya nanya) dikhawatirkan berdampak serius pada sektor ritel. Jika kondisi ini terus berlanjut, potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dinilai bisa terjadi.

Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr I Wayan Nuka Lantara, SE MSi yang berasal dari Bali, menyebutkan, fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di berbagai negara lain. “Di Jerman maupun Jepang, saya melihat fenomena serupa. Di Jepang, orang lebih banyak window shopping tanpa membeli. Jadi bukan hanya di Indonesia,” ungkapnya, Jumat (22/8/2025) di Kampus UGM.

Menurutnya, ada dua faktor utama yang memicu tren rojali di Indonesia. Pertama, inflasi yang menekan daya beli masyarakat akibat meningkatnya harga kebutuhan pokok. Kedua, pergeseran perilaku belanja pasca pandemi, di mana masyarakat cenderung membeli secara daring setelah melihat barang langsung di pusat perbelanjaan atau dikenal sebagai showrooming.

“Akibat realokasi anggaran rumah tangga, belanja non-esensial seperti pakaian atau produk gaya hidup jadi prioritas kedua. Banyak orang datang ke mal hanya untuk mencari hiburan, tetapi membeli barang secara online karena harganya lebih murah,” jelas Wayan.

Jika tidak diantisipasi, lanjutnya, kondisi ini dapat memukul bisnis ritel di Indonesia. “Industri ritel menyerap banyak tenaga kerja. Jika transaksi terus menurun, risiko PHK di sektor ini tidak bisa dihindari,” tegasnya.

Ia menekankan pemerintah harus segera mengambil langkah konkret. Antara lain, memberikan insentif atau stimulus kepada pelaku usaha ritel, mengendalikan inflasi agar daya beli masyarakat terjaga, serta mendorong penyelenggaraan event untuk menarik pengunjung berbelanja di mal.

“Tanpa langkah antisipatif, kelas menengah yang selama ini menopang konsumsi bisa tergerus. Dampaknya bukan hanya pada pelaku usaha, tapi juga ribuan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya dari sektor ini,” pungkasnya.

(riki/sukadana)