DENPASAR, PODIUMNEWS.com – Kasus extra ordinary crime atau dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berkedok perekrutan anak buah kapal (ABK) KM Awindo 2A, diungkap aparat kepolisian Polda Bali. Dari hasil pengungkapan ini terdapat 21 calon ABK yang rata-rata masih muda dievakuasi dari kapal penangkap cumi yang bersandar di Pelabuhan Benoa, Denpasar. Kabid Humas Polda Bali, Kombes Ariasandy mengatakan, puluhan calon ABK ini berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jabodetabek, dan Banten. Mereka direkrut dengan iming-iming pekerjaan layak, gaji besar, dan bebas biaya. "Namun ternyata mereka ditipu dan malah dipaksa bekerja dalam kondisi tidak manusiawi,” ungkap Kombespol Ariasandy, Jumat (5/9/2025). Dikatakannya, awal perekrutan melalui aplikasi di media sosial. Para korban dijanjikan bekerja di sejumlah perusahaan pengolahan ikan di Jakarta, Surabaya, atau Pekalongan. Bahkan, mereka dijanjikan gaji Rp3,4 juta per bulan serta uang muka atau kasbon Rp6 juta. Rupanya gaji yang disampaikan tidaklah benar. Mereka hanya dikasih sekitar Rp2,5 juta dan dipotong berbagai biaya dengan alasan untuk calo dan sponsor. Kombespol Ariasandy mengatakan setelah dikumpulkan di Pekalongan, para ABK ini dibawa ke Bali dan ditempatkan di KM Awindo 2A. Dijelaskannya, kapal itu diketahui merupakan kapal penangkap cumi yang beroperasi di wilayah Papua dan Laut Arafura. "Identitas pemilik kapal masih ditelusuri penyidik," ujarnya. Perwira melati tiga di pundak ini mengatakan, kasus ini terungkap pada 29 Juli lalu saat salah satu ABK melapor dan meminta evakuasi ke Basarnas. Tim Subdit IV Ditreskrimum Polda Bali kemudian menindaklanjuti laporan itu dengan melakukan penyelidikan dan audiensi menggunakan formulir testimoni program Rise & Speak dari Bareskrim Polri. Hasilnya, para korban mengaku mengalami jeratan utang, pemotongan upah, hingga ancaman keselamatan. “Jadi, sebagian besar mereka merasa ditipu, takut, ingin pulang, dan khawatir dicelakai bila kapal kembali berlayar,” kata Ariasandy. Setiba di Gedung RPK Polda Bali, para korban berusia 18–23 tahun itu mengaku mengalami kondisi kerja memprihatinkan, yakni identitas dan telepon genggam disita, tidak ada kontrak kerja maupun jaminan keselamatan. Selain itu, mereka diberi makan hanya mie instan enam bungkus untuk 21 orang. Sehingga tiap korban hanya kebagian dua sendok, air minum diambil dari tangki penyimpanan kapal, hidup dalam gelap tanpa penerangan dan dikurung di kapal yang sulit dijangkau dari daratan. Kini, penyidik masih memeriksa intensif para korban dan mendalami keterlibatan pihak-pihak terkait, termasuk pemilik kapal. “Kasus ini merupakan extra ordinary crime, kejahatan luar biasa terhadap rasa kemanusiaan. Kami akan tuntaskan secara objektif untuk memberikan rasa adil bagi korban,” tegas Ariasandy. Sementara itu, puluhan ABK ini telah diserahkan ke Direktorat Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Selasa (2/9/2025). Mereka juga dipulangkan ke rumahnya masing-masing dan akan mendapatkan perlindungan. (hes/k.turnip)
Baca juga :
• Yusril Tekankan Pentingnya Tim Independen Ungkap Kerusuhan
• Polisi Ringkus Pencuri 5 Iphone di Apartemen Denpasar
• Pemkab dan Polres Badung Gelar Simulasi Aksi Massa