YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mempertegas larangan Wakil Menteri (Wamen) merangkap jabatan sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Putusan ini dinilai menjadi ujian penting bagi Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga profesionalitas kabinetnya. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Dr Yance Arizona, menilai Presiden harus segera memerintahkan seluruh Wamen yang masih menjabat komisaris di BUMN untuk mundur. “Komitmen Presiden untuk membangun kabinet yang profesional sedang diuji. Kalau mereka wakil menteri tidak mau berhenti sebagai komisaris, maka pilihannya adalah mundur dari jabatan wakil menteri dan mempertahankan posisinya sebagai komisaris,” kata Yance melalui siaran pers, Selasa (9/9/2025). Menurutnya, putusan MK ini penting karena mencegah potensi konflik kepentingan. Di satu sisi, wakil menteri berperan sebagai regulator di kementerian, sementara di sisi lain sebagai operator di perusahaan negara. “Peluang untuk menciptakan konflik kepentingan besar sekali, apalagi untuk Wakil Menteri yang menjadi komisaris BUMN yang lingkupnya terkait langsung dengan pekerjaannya,” jelasnya. Selain itu, larangan rangkap jabatan juga dimaksudkan agar tercipta profesionalitas dalam pemerintahan maupun pengelolaan BUMN. Dengan pemisahan peran, wakil menteri bisa lebih fokus menjalankan tugas kementerian, sementara komisaris diisi oleh pihak yang benar-benar konsentrasi mengawasi perusahaan negara. Putusan MK memang memberikan masa transisi atau grace period dua tahun untuk penyesuaian. Namun Yance mengingatkan, ketentuan itu bukan alasan untuk membiarkan rangkap jabatan berlangsung. “Seharusnya segera setelah putusan MK keluar, para wakil menteri langsung mundur dari jabatan komisaris. Dua tahun itu hanyalah batas akhir paling lambat,” ujarnya. Yance juga membantah argumen pemerintah yang menyebut penempatan pejabat kementerian di BUMN sebagai bentuk perwakilan negara. Ia menegaskan, undang-undang telah jelas melarang menteri maupun wakil menteri menduduki kursi komisaris. “Kalau memang pemerintah ingin menempatkan perwakilannya di BUMN, bisa lewat pejabat lain yang tidak dilarang undang-undang,” katanya. Ia menekankan, ketegasan Presiden Prabowo dan Menteri BUMN sangat dibutuhkan agar prinsip profesionalitas kabinet tidak tercederai. Jika tidak, peluang penyalahgunaan wewenang dan kompromi dalam tata kelola BUMN dikhawatirkan semakin besar. (riki/sukadana)
Baca juga :
• Kecam Israel, Dubes RI dan Negara-negara OKI di Rumania Gelar Aksi Solidaritas
• DPR Ingatkan Penanganan Kasus Ferry Irwandi Harus Proporsional
• Tuduhan Makar Tanpa Bukti Bisa Jadi Legitimasi Represi