DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Kepala Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Universitas Gadjah Mada, Achmad Munjid MA PhD mengkritisi pernyataan Presiden Prabowo Subianto terkait dugaan unsur makar dan terorisme dalam aksi demonstrasi belakangan ini. Menurutnya, tuduhan makar tidak bisa diberlakukan tanpa data maupun bukti yang jelas. “Makar itu berarti perebutan kekuasaan. Yang bisa merebut kekuasaan adalah kelompok yang sudah terorganisasi dengan baik, punya basis massa, struktur jelas, dan akses terhadap kekuasaan,” ujarnya melalui siaran pers, Jumat (12/9). Munjid menilai tuduhan makar tanpa bukti cenderung digunakan sebagai strategi untuk menakut-nakuti massa sekaligus memberi legitimasi terhadap tindakan represi. “Kalau dipakai tindakan represi, ada legitimasinya. Tapi, lagi-lagi datanya tidak ada, buktinya tidak ada,” tegasnya. Ia juga menyebut pernyataan Presiden lebih mencerminkan ketakutan elite yang merasa posisinya tidak kokoh. Legitimasi politik yang sejak awal dinilai lemah karena proses yang tidak transparan, menurut Munjid, membuat elite lebih sensitif terhadap partisipasi rakyat. Lebih jauh, ia menegaskan tuduhan makar tanpa bukti berpotensi melumpuhkan lawan politik sekaligus membungkam masyarakat yang kritis. “Dalam demokrasi yang sehat, semua orang bebas berbicara, berkumpul, dan menyampaikan pendapat. Itu dijamin institusi. Seseorang yang berpendapat tidak bisa diperkarakan secara hukum,” jelasnya. Munjid menilai pola tuduhan makar ini menunjukkan gejala militeristik dalam sistem demokrasi Indonesia. Ia mengingatkan bahwa capaian reformasi 1998, khususnya ruang kebebasan berpendapat, kini menghadapi kemunduran. “Upaya intimidasi, penangkapan diam-diam, hingga orang hilang pasca demonstrasi, tidak bisa dilepaskan dari praktik represi kebebasan berbicara,” katanya. Untuk itu, Munjid menekankan perlunya gerakan demokrasi yang lebih aktif dan konsolidasi masyarakat sipil agar rezim tidak sewenang-wenang menyalahgunakan kekuasaan. “Demokrasi hanya bisa ditegakkan bila masyarakat aktif terlibat dalam proses politik. Elite tidak boleh melihat partisipasi rakyat sebagai ancaman,” pungkasnya. (riki/sukadana)
Baca juga :
• Kecam Israel, Dubes RI dan Negara-negara OKI di Rumania Gelar Aksi Solidaritas
• DPR Ingatkan Penanganan Kasus Ferry Irwandi Harus Proporsional
• Solusi Cegah Pejabat Tersandung Lidah di Era Digital