DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Wacana Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang akan membatasi satu orang hanya boleh memiliki satu akun media sosial menuai kritik akademisi. Kebijakan ini dinilai tidak menyentuh akar persoalan penyebaran hoaks. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Titik Puji Rahayu SSos MComms PhD, menegaskan bahwa penyebaran hoaks di media sosial mayoritas dilakukan oleh bot, bukan akun pribadi milik manusia. Karena itu, menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi salah sasaran. “Yang banyak menyebarkan hoaks itu biasanya bot, tetapi kenapa yang dihukum justru manusia. Padahal bot adalah aplikasi yang dirancang untuk berperilaku seolah-olah manusia di media sosial,” ujarnya melalui keterangan pers, Selasa (17/9/2025). Ia menambahkan, anggapan bahwa dengan mengurangi jumlah akun otomatis akan mengurangi hoaks adalah cara berpikir yang keliru. “Satu akun bisa menyebarkan ratusan bahkan ribuan hoaks. Jadi ukuran analisisnya bukan jumlah akun, tapi jumlah hoaks yang diproduksi,” jelasnya. Titik juga menilai kepemilikan multiakun bukanlah hal yang menyimpang. Banyak orang memanfaatkan lebih dari satu akun untuk tujuan berbeda, seperti citra profesional, ruang pertemanan, maupun kebutuhan privasi. Sebagai solusi, ia menekankan pentingnya meningkatkan literasi digital masyarakat agar lebih kebal terhadap misinformasi. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk fokus membangun industri media digital nasional yang mampu memberi manfaat ekonomi, politik, maupun sosial-kultural. (riki/sukadana)
Baca juga :
• Presiden Prabowo Lantik Menteri Baru dalam Reshuffle Ketiga
• Reshuffle Kabinet Prabowo Dipicu Faktor Ekonomi dan Politik
• 1.835 Sekolah Terdampak Banjir, DPR Minta Perbaikan Cepat