Search

Home / Aktual / Hukum

Pengawasan Lemah, Vape Jadi Celah Peredaran Narkoba

Nyoman Sukadana   |    27 September 2025    |   04:41:00 WITA

Pengawasan Lemah, Vape Jadi Celah Peredaran Narkoba
Ilustrasi bahaya dan adiksi vape: botol cairan dengan tanda bahaya, asap rantai ketergantungan, serta data uji sampel narkotika. (podiumnews)

YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Badan Narkotika Nasional (BNN) menemukan indikasi peredaran narkoba melalui cairan rokok elektrik atau vape. Dari hasil uji laboratorium terhadap 341 sampel cairan yang dikumpulkan di berbagai daerah pada periode Juli hingga September 2025, sebanyak 12 cairan dinyatakan positif mengandung narkotika golongan I.

Temuan ini memicu kekhawatiran serius, mengingat vape semakin populer terutama di kalangan anak muda. Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Prof Dr Susi Ari Kristina SFarm MKes Apt, menegaskan bahwa kasus ini menyoroti kelemahan regulasi dan pengawasan. “Saya kira temuan ini menjadi alarm penting buat semua orang yang terlibat, entah bea cukai, Kemenkes, dan lainnya untuk mulai memikirkan regulasi yang lebih ketat terkait vape ini,” ujarnya, Jumat (26/9/2025).

Menurut Susi, cairan dalam vape bisa menjadi media masuknya berbagai zat, termasuk narkotika. Meski aturan terkait vape sudah ada, implementasinya masih jauh dari efektif. “Permasalahan ada di lapangan, banyak aturan yang tidak tersosialisasi dengan baik. Sementara di masyarakat, penggunaan vape sudah dinormalisasi sebagai tren modern yang dianggap lebih aman,” paparnya.

Ia menambahkan, sejumlah negara lain telah menjalankan kebijakan ketat terkait peredaran vape. Indonesia, kata Susi, seharusnya memperkuat peran lembaga pengawas seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “BPOM perlu memiliki mandat baru untuk mengawasi produk, peredaran, hingga komposisi cairan vape,” jelasnya.

Kekhawatiran bertambah dengan fakta bahwa persepsi masyarakat masih keliru. Banyak yang menganggap e-cigarette lebih ringan dibanding rokok konvensional. “Bukan berarti tidak berbahaya. Justru vape bisa jadi jauh lebih berisiko kalau cairannya disusupi narkoba,” tegas Susi.

Ia menjelaskan, sifat adiktif dari narkotika dapat menjerat pengguna dalam ketergantungan ganda. Nikotin dalam vape yang sudah dipadukan dengan berbagai rasa menimbulkan efek candu. Jika ditambah zat narkotika, pengguna akan semakin sulit lepas. “Risiko ini akan memunculkan perilaku mencari-cari cara untuk mendapatkan kembali efeknya,” tambahnya.

Prof. Susi juga menyoroti adanya kelompok-kelompok yang aktif berupaya mengurangi pembatasan regulasi vape. Menurutnya, upaya tersebut dinilai sangat masif dan berpotensi melemahkan perlindungan masyarakat. “Ketika restriksi dilemahkan, pintu masuk bagi penyalahgunaan makin terbuka lebar,” ujarnya.

Sebagai langkah awal, ia mendorong upaya edukasi yang sistematis. Sosialisasi harus dimulai dari lingkup kecil, misalnya di kalangan mahasiswa, khususnya mereka yang berada di kluster kesehatan. “Mahasiswa kesehatan bisa dilatih memberikan konseling berhenti merokok atau berhenti menggunakan vape. Edukasi promotif dan preventif perlu diperluas,” kata Susi.

Ia menambahkan, fenomena vape juga berkaitan dengan kesehatan mental. Banyak pengguna menjadikan vape sebagai pelarian dari tekanan hidup. “Kami bahkan juga sampai menyasar aspek mental health karena vape kadang menjadi tempat pelarian bagi sebagian orang,” pungkasnya.

BNN menyatakan pengawasan akan diperkuat dengan koordinasi lintas sektor. Namun tanpa regulasi yang jelas dan implementasi yang ketat, vape dikhawatirkan akan menjadi celah baru bagi peredaran narkoba di Indonesia.

(riki/sukadana)

Baca juga :
  • Komnas Perempuan Catat 2 Juta Kasus Kekerasan dalam Lima Tahun
  • KPK Tindak Tegas Suap di MA, Direktur PT WA Akhirnya Ditahan
  • Pelajar SMK di Kuta Selatan Dianiaya Kakak Kelas, Video Viral di Medsos