YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Universitas Gadjah Mada (UGM) terus memperkuat komitmen dalam pengembangan pangan lokal untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Melalui riset dan pendampingan masyarakat, tim UGM membantu petani di Ponorogo, Jawa Timur, mengolah porang (Amorphophallus muelleri Bl) menjadi berbagai makanan bergizi yang dapat dikonsumsi sehari-hari. Guru Besar Antropologi Fakultas Ilmu Budaya UGM, Prof Bambang Hudayana, menjelaskan bahwa porang memiliki potensi besar untuk menjadi sumber karbohidrat alternatif di Indonesia. Selama ini porang dikenal sebagai komoditas ekspor, namun masyarakat dalam negeri belum banyak memanfaatkannya untuk konsumsi. “Kalau masyarakat menguasai cara pengolahannya, porang bisa menjadi makanan sehat, murah, dan bergizi bagi keluarga,” ujarnya melalui keterangan resmi, Minggu (28/9/2025). Program pendampingan yang dilakukan tim UGM tidak hanya menyasar petani, tetapi juga melibatkan kelompok ibu rumah tangga di sejumlah desa. Mereka dilatih untuk mengolah porang menjadi aneka kuliner seperti bakso, dawet, dodol, hingga pecel. Upaya ini sekaligus mengubah pandangan masyarakat terhadap porang yang sebelumnya dianggap gatal dan beracun. “Reaksi mereka semula ragu-ragu, tapi setelah dicoba ternyata enak dan menyehatkan,” tutur Bambang. Selain mudah dibudidayakan, porang juga unggul secara gizi. Kandungan glukomanan di dalam umbinya bermanfaat bagi kesehatan, seperti membantu menurunkan kadar kolesterol dan mendukung program diet. Tanaman ini dapat tumbuh di lahan kering maupun kritis, sehingga cocok untuk dikembangkan di daerah dengan keterbatasan air. Menurut Bambang, satu hektar lahan porang mampu menghasilkan hingga 60–80 ton umbi. “Hasilnya bisa jauh lebih besar dibanding padi, dan itu membuka peluang ekonomi yang menjanjikan bagi petani,” ujarnya. Meski demikian, pengembangan porang sebagai bahan pangan masih menghadapi sejumlah tantangan. Stigma negatif di masyarakat, keterbatasan alat pengolahan, biaya produksi, serta akses pasar menjadi kendala yang perlu diatasi. Bambang menilai dibutuhkan kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha agar produk olahan porang dapat diterima pasar domestik. “Kalau hanya diekspor, yang menikmati hasilnya orang luar negeri, sementara masyarakat kita sendiri belum merasakan manfaatnya,” tegasnya. UGM berkomitmen untuk terus mengembangkan riset berbasis kebutuhan masyarakat. Melalui pendekatan lintas disiplin yang melibatkan mahasiswa dan dosen dari berbagai fakultas, universitas ini berharap hasil penelitian dapat memberi dampak langsung bagi kesejahteraan petani. “Kami ingin membuktikan bahwa riset kampus tidak berhenti di laboratorium, tetapi benar-benar hadir memberi solusi bagi masyarakat,” ungkap Bambang. Ke depan, porang diharapkan mampu menjadi bahan pangan alternatif yang sejajar dengan beras, jagung, dan singkong. Jika pengolahan dan distribusinya dikelola dengan baik, porang diyakini dapat memperkuat ketahanan pangan nasional sekaligus mengurangi ketergantungan pada impor. “Kalau porang terus dikenalkan dan disajikan di meja makan masyarakat, saya yakin lama-lama orang akan terbiasa dan bahkan menyukainya,” pungkas Bambang. (riki/sukadana)
Baca juga :
• Transportasi Laut Kayangan–Pototano Dongkrak Ekonomi dan Wisata NTB
• Gondola Turyapada Tower Siap Jadi Magnet Wisata Baru Bali Utara
• Dua Kebijakan Awal Menkeu Baru: Rp200 Triliun dan Magang Lulusan