Podiumnews.com / Aktual / Pemerintahan

Guru Besar UGM Usul MBG Dikelola Daerah, Hindari Rantai Rente

Oleh Nyoman Sukadana • 04 Oktober 2025 • 07:19:00 WITA

Guru Besar UGM Usul MBG Dikelola Daerah, Hindari Rantai Rente
Prof Dr R Agus Sartono MBA. (Dok/UGM

YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah berjalan selama 10 bulan kembali menuai kritik. Meski digagas untuk meningkatkan kualitas gizi anak Indonesia, pelaksanaannya justru banyak menimbulkan persoalan, mulai dari makanan tidak layak hingga kasus keracunan massal di sejumlah daerah.

Guru Besar Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Prof Dr R Agus Sartono MBA, menilai bahwa ide besar MBG sejatinya sangat baik. Namun, persoalan muncul pada mekanisme pelaksanaan di lapangan yang tidak efisien dan membuka ruang bagi praktik rente.

“Masalahnya bukan pada idenya, tapi pada delivery mechanism. Implementasi di lapangan lemah, rantai penyalurannya terlalu panjang, dan ini yang membuat program justru menimbulkan masalah baru,” ujarnya, Jumat (3/10/2025).

Agus menjelaskan, program MBG dengan anggaran Rp247,95 triliun per tahun melayani sekitar 55 juta siswa dari tingkat SD hingga SMA di lebih dari 329 ribu satuan pendidikan. Dengan dana sebesar itu, MBG menjadi salah satu program sosial terbesar pemerintah, bahkan melampaui dana desa 2025 yang hanya sekitar Rp71 triliun.

Namun, besarnya anggaran tersebut, kata Agus, tidak sejalan dengan efektivitas di lapangan. Ia menilai rantai distribusi yang panjang melalui Satuan Pendidikan Pelaksana Gizi (SPPG) justru menguntungkan segelintir pihak.

“Sungguh menyedihkan jika dari Rp15 ribu per porsi, hanya sekitar Rp7 ribu yang benar-benar sampai ke anak. Margin 2.000 rupiah per porsi jika dikalikan nasional berarti potensi rente sekitar Rp33 triliun per tahun,” tegasnya.

Agus mendorong agar pemerintah mengubah pendekatan pelaksanaan MBG dengan memberikan kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah. Menurutnya, hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan bahwa urusan pendidikan merupakan kewenangan konkuren antara pusat dan daerah.

“Daerah sudah punya infrastruktur dan pengalaman, seperti pengelolaan BOS dan Kartu Indonesia Pintar. Jadi, Badan Gizi Nasional cukup melakukan pengawasan dan penyusunan panduan teknis,” jelasnya.

Agus juga mengusulkan agar pelaksanaan MBG dilakukan melalui kantin sekolah dengan melibatkan komite dan UMKM lokal sebagai penyedia bahan makanan. Pola ini, menurutnya, akan menjamin makanan tersaji segar, mengurangi risiko basi, sekaligus menciptakan efek ekonomi di lingkungan sekitar sekolah.

Selain itu, ia juga membuka opsi pemberian bantuan tunai langsung kepada siswa, serupa dengan sistem penyaluran KIP atau BOS, untuk menghindari praktik rente. “Kita perlu memangkas rantai distribusi. Program ini seharusnya benar-benar menjadi Makan Bergizi Gratis, bukan Makar Bergiri Gratis bagi pengusaha besar,” pungkasnya.

(riki/sukadana)