Search

Home / Aktual / Ragam

Etika Bermedsos Masih Memprihatinkan

Editor   |    10 Juni 2024    |   21:35:00 WITA

Etika Bermedsos Masih Memprihatinkan
Ilustrasi media sosial. (freepik)

SETIAP tanggal 10 Juni, publik Indonesia merayakan Hari Media Sosial (Medsos). Perayaan tersebut sudah berlangsung sejak tahun 2015 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan memberikan edukasi bermedia sosial kepada masyarakat.

Mengenai peringatan Hari Media Sosial tersebut, Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair), Dr Listiyono Santoso memberikan pandangannya.

Listiyono, sapaan akrabnya, memberikan pandangan mengenai etika bermedia sosial publik Indonesia. Menurutnya, etika bermedia sosial publik Indonesia masih sangat memprihatinkan.

“Menurut saya perlu mendapatkan perhatian. Masyarakat belum bisa membedakan sesuatu antara urusan privat dan publik,” jelasnya sebagaimana dilansir laman Unair, pada Senin (10/6/2024).

Dosen Etika FIB Unair itu juga mengatakan bahwa media sosial itu sifatnya publik. Oleh karena itu, tandasnya, harus memperhatikan ketentuan etis yang sifatnya publik.

“Kalau sesuatu persoalan privat jangan masuk atau terunggah dalam media sosial. Ini yang sering terjadi di masyarakat kita, memasukkan ranah privat ke ranah publik,” paparnya.

Tidak hanya itu, Listiyono mencontohkan cara bermedia sosial yang salah dan kerap terjadi di publik Indonesia. Misalnya, konflik keluarga dan konflik antar individu yang kerap masuk atau terunggah. Melihat fenomena itu, ia menegaskan bahwa masyarakat butuh edukasi literasi dan cara berpartisipasi di media sosial.

“Ini yang seringkali muncul di masyarakat kita dan butuh literasi media sosial biar tahu mana urusan dalam ranah privat dan mana urusan dalam ranah publik,” tuturnya.

Fenomena Buzzer

Mengenai fenomena buzzer atau pendengung, Listiyono mengatakan bahwa fenomena tersebut merupakan sebuah keniscayaan. Buzzer, lanjutnya, sengaja hadir untuk menciptakan framing kondisi tertentu untuk menyudutkan kelompok tertentu.

“Masyarakat kalau memiliki literasi bermedia sosial yang baik, maka akan bisa membedakan mana yang sesuai realitas dan mana yang sengaja tercipta dengan tujuan tertentu,” jelasnya.

Terakhir, ia berpesan kepada publik agar bermedia sosial dengan bijak. Listiyono juga mengajak publik agar menggunakan media sosial menjadi ruang publik yang memberikan informasi yang edukatif.

“Mari kita bijak bermedia dengan arif dan bijaksana,” pungkasnya. (riki/suteja)


Baca juga: 172 STB Dibagikan untuk Warga Miskin Esktrem di Panji