PODIUMNEWS.com - Puisi, lebih dari sekadar rangkaian kata indah, merupakan bentuk komunikasi tak biasa yang menyimpan makna mendalam. Pada Hari Puisi Internasional, 21 Maret, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (UNAIR) menyoroti peran puisi dalam menginspirasi dan menyuarakan isu sosial di era digital.
Puji Karyanto, dosen FIB UNAIR, menyatakan puisi menawarkan komunikasi yang lebih elegan dan berwibawa. "Di era digital, puisi memiliki banyak peran. Selain sebagai sarana komunikasi yang lebih estetik, puisi juga menjadi medium kritik sosial yang sublim dan berbobot," ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (24/3/2025).
Evolusi Puisi dalam Peradaban
Sejak lama, puisi telah menjadi bagian integral peradaban manusia. Bermula dari mantra untuk berkomunikasi dengan kekuatan luar, puisi berkembang menjadi doa dan terus berevolusi seiring zaman.
Di Nusantara, tradisi macapat, kakawin, dan syair menjadi bukti kekayaan puisi. Masa kolonialisme menjadikan puisi alat perjuangan, lalu pemantik nasionalisme pasca-kemerdekaan. Bahkan, kritik terhadap pemerintah pun tersampaikan melalui puisi, seperti "Piramida Benteng" karya Taufik Ismail.
Demokratisasi Puisi di Era Digital
Era digital menciptakan demokratisasi puisi. Platform media sosial dan komunitas sastra virtual memberikan ruang bagi siapa saja untuk menulis dan berbagi. Pemerintah pun turut mengapresiasi melalui ajang seperti FLS2N dan Peksiminas.
Puji memberikan tiga langkah optimalisasi era digital untuk berkarya puisi. Pertama, manfaatkan media sosial sebagai wadah ekspresi. Kedua, tingkatkan kualitas dengan mengapresiasi karya lain dan mengikuti kompetisi. Ketiga, manfaatkan ruang prestasi seperti lomba sastra.
"Mari optimalkan, apresiasi, dan terus berkarya. Jika ada puisi yang dirasa kurang sesuai, ungkapkan kembali dengan gaya dan bahasa sendiri," tutup Puji. (riki/suteja)
Baca juga:
ChatGPT Bisa Gantikan Peran Google? Begini Penjelasan Dosen Unair