Search

Home / Aktual / News

Kemarau Mundur, Petani Padi Diuntungkan, Hortikultura Terancam

Editor   |    21 Juni 2025    |   15:06:00 WITA

Kemarau Mundur, Petani Padi Diuntungkan, Hortikultura Terancam
ILUSTRASI: Lahan retak akibat kemarau pendek dan curah hujan tak menentu akibat anomali iklim global. (podiumnews)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Musim kemarau tahun ini datang terlambat. Hingga awal Juni 2025, hanya sekitar 19 persen zona musim di Indonesia yang sudah memasuki musim kering. Sebagian besar wilayah lainnya masih diguyur hujan, padahal secara kalender klimatologis seharusnya kemarau sudah dimulai.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, anomali curah hujan menjadi penyebab utama kemunduran musim kemarau. “Curah hujan di atas normal terjadi selama April hingga Mei di banyak wilayah, termasuk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara,” kata Dwikorita melalui keterangan remsinya, Sabtu (21/6/2025).

Dampak dari kemarau yang mundur ini membawa dua sisi. Bagi petani padi, hujan di musim kemarau bisa menjadi berkah karena pasokan air irigasi tetap terjaga. Ini mendukung masa tanam dan produksi tetap berlanjut.

Namun, bagi petani hortikultura seperti cabai, tomat, dan bawang, kondisi ini menjadi tantangan. Kelembapan tinggi meningkatkan risiko serangan hama dan penyakit. “Petani hortikultura harus menyiapkan sistem drainase dan perlindungan tanaman yang baik,” ujar Dwikorita.

Data BMKG menunjukkan tren pengurangan curah hujan mulai terasa di beberapa daerah, khususnya Sumatera dan Kalimantan. Namun, wilayah selatan Indonesia masih tertahan oleh hujan intens, dan musim kemarau kemungkinan akan lebih pendek serta basah dari biasanya.

BMKG memperkirakan, pola hujan di atas normal bisa berlangsung hingga Oktober 2025. Hal ini menandakan pentingnya kesiapsiagaan dan adaptasi terhadap perubahan iklim yang kian tak terduga.

“Kita tak bisa lagi berpaku pada pola lama. Perubahan iklim global memicu dinamika baru. Adaptasi harus cepat dan berbasis data,” tegas Dwikorita.

BMKG mengimbau seluruh pemangku kepentingan menggunakan informasi iklim sebagai dasar kebijakan dan strategi, terutama di sektor pertanian dan pengelolaan air.

(riki/suteja)

Baca juga :
  • Warga Gilimanuk Petisi Truk Ternak Cemari Lingkungan
  • Jenazah PMI Asal Jembrana Akhirnya Dipulangkan dari Jepang
  • Bupati Badung Tertibkan Kabel Provider di Berawa