PEMBATALAN penerbangan internasional Qatar Airways rute Denpasar–Doha pada Selasa malam (24/6/2025) adalah pengingat yang tajam: krisis geopolitik di belahan dunia lain dapat langsung terasa dampaknya hingga ke Pulau Dewata. Eskalasi konflik antara Iran dan Israel, yang berimbas pada rute penerbangan di kawasan Timur Tengah, kini mulai menampakkan wajahnya pada sektor pariwisata Bali yang vital. Penerbangan QR963 yang seharusnya membawa sekitar 300 penumpang dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai terpaksa batal. Kejadian ini, meski ditangani dengan sigap oleh pihak maskapai dan kepolisian bandara, dengan cepat memicu antrean dan penumpukan penumpang. Untungnya, situasi tetap kondusif, namun insiden ini lebih dari sekadar ketidaknyamanan sesaat bagi para pelancong; ini adalah sinyal awal yang mengkhawatirkan. Timur Tengah adalah hub penerbangan yang krusial, menghubungkan Asia dengan Eropa dan bagian dunia lainnya. Ketika ketegangan di wilayah tersebut meningkat, ruang udara menjadi zona yang berisiko, memaksa maskapai untuk mengalihkan rute atau bahkan melakukan pembatalan penerbangan. Bali, sebagai destinasi wisata internasional yang sangat bergantung pada konektivitas udara, tentu akan terpukul jika situasi ini berlanjut. Pembatalan semacam ini tidak hanya merugikan maskapai dan penumpang, tetapi juga seluruh rantai ekonomi pariwisata Bali, mulai dari hotel, restoran, transportasi, hingga UMKM lokal. Belum ada keterangan resmi mengenai potensi pembatalan lanjutan atau pengalihan rute lain. Namun, insiden Qatar Airways ini menjadi lonceng peringatan bagi kita semua. Pemerintah, otoritas pariwisata, dan para pelaku industri harus bersiap menghadapi skenario terburuk. Diversifikasi rute penerbangan, eksplorasi pasar wisata baru di luar jangkauan dampak konflik, dan penguatan promosi destinasi alternatif perlu menjadi prioritas. Bali telah menunjukkan ketahanan luar biasa dalam menghadapi berbagai krisis. Namun, dampak geopolitik seringkali berada di luar kendali kita. Penting bagi semua pihak untuk berkoordinasi, memitigasi risiko, dan memastikan bahwa reputasi Bali sebagai destinasi yang aman dan mudah dijangkau tetap terjaga di tengah ketidakpastian global. Langit di atas Timur Tengah mungkin memanas, tapi kita harus memastikan pariwisata Bali tetap cerah dan stabil. (*)
Baca juga :
• Kurikulum Cinta
• Wisuda yang Belum Sarjana
• Nelayan Yang Sekolah