Search

Home / Aktual / Ekonomi

UGM Peringatkan Pemangkasan TKD Bisa Picu Gejolak Sosial

Podiumnews   |    08 September 2025    |   21:13:00 WITA

UGM Peringatkan Pemangkasan TKD Bisa Picu Gejolak Sosial
Ilustrsi: Infrastruktur terbengkalai di daerah mencerminkan dampak pemangkasan anggaran TKD yang berpotensi menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. (podiumnews)

YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Pemerintah memangkas alokasi anggaran Transfer ke Daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 sebesar Rp650 triliun, turun 24,7 persen dibanding tahun 2025 yang mencapai Rp864 triliun. Kebijakan ini dinilai akan berdampak serius terhadap pembangunan di berbagai daerah.

Guru Besar Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik (MKP) Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Wahyudi Kumorotomo, menilai pemangkasan tersebut sangat aneh karena target belanja RAPBN justru naik 17,7 persen, tetapi alokasi TKD dipotong signifikan.

“Untuk program MBG terjadi peningkatan hingga lima kali lipat menjadi Rp335 triliun, tetapi subsidi ke daerah yang bisa mendorong keberlanjutan pembangunan dan menciptakan lapangan kerja justru dikurangi dalam jumlah sangat signifikan,” ujarnya melalui siaran pers, Senin (8/9/2025).

Menurutnya, pemangkasan TKD yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) akan berdampak pada terhambatnya proyek infrastruktur di daerah, mulai dari pembangunan jalan, jembatan, hingga sarana telekomunikasi. Program penanggulangan kemiskinan pun diperkirakan ikut terdampak karena semakin terbatasnya ruang fiskal pemerintah daerah.

Lebih jauh, Wahyudi menilai kebijakan desentralisasi fiskal yang berjalan sejak 2001 masih gagal memperkuat kemandirian daerah. Rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD hanya mencapai 24,18 persen.

“Yang terjadi adalah fenomena flypaper-effect, ibarat lalat yang tertarik pada kertas dengan umpan sekaligus lem perekat. Banyak Pemda yang meningkatkan belanja, tetapi kurang berusaha menambah PAD atau sumber pendapatan mandiri lain,” jelasnya.

Ia memperingatkan, dampak jangka pendek dari pemangkasan TKD ini berpotensi memicu konsekuensi politis, ekonomis, dan sosial. Daerah yang ingin melanjutkan program prioritasnya diperkirakan akan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) maupun pajak-pajak daerah lainnya.

“Kebijakan ini berisiko menimbulkan gejolak sosial jika tidak dikelola dengan baik. Kasus demonstrasi ricuh dan pembangkangan massal seperti di Pati bisa berlanjut, terutama di daerah-daerah yang merencanakan kenaikan pajak besar-besaran seperti Banyuwangi, Cirebon, Semarang, Jeneponto, dan Bone. Dalam situasi ekonomi yang masih suram, semakin besarnya pungutan daerah bisa berakibat sangat eksplosif,” pungkasnya.

(riki/sukadana)

Baca juga :
  • Wisata Bangkit, PR Kebersihan Uji Daya Saing
  • Badung Raih Apresiasi Nasional Peduli UMKM di HUT KompasTV
  • Stabilitas Fiskal dan Komunikasi Kebijakan Jadi Kunci Kepercayaan Pasar