Memaknai Sila Ke-Empat Momentum 17-an
“Dalam gotong royong ada nilai kebersamaan yang menjadi ruh dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Sikap gotong royong didasari oleh nilai kemanusiaan, keadilan sosial, kebersamaan, persatuan, permusyawaratan dan saling tolong menolong. Dalam gotong royong ada dialog yang setara namun tetap memberikan ruang untuk berbeda. Setiap orang memiliki posisi yang setara dalam perbedaan kapasitas, kontribusi, etnisitas dan sosial. Namun memiliki tujuan bersama. Inilah yang dimaksud gotong royong memiliki makna kedaulatan.”
Beralas dua bekas spanduk iklan sebuah bank, berbahan flexi (salah satu bahan spanduk), berukuran lebar satu setengah meter dan panjang dua meter, dan satu meter kali dua meter, serta dua terpal berukuran satu meter kali satu meter berwarna merah menjadi alas Kami duduk. Ada 18 orang warga Gang Makam RT 03 RW 03 dan RT 02 RW 08 Kelurahan Harapan Baru Bekasi Utara, ikut duduk lesehan sejak jam 22.00, Senin 16 Agustus 2021 hingga 03.00 Selasa 17 Agustus 2021. 18 warga ini juga biasa menemani Kami ronda. tentu sesuai senggang waktu mereka. Kami duduk di jalan gang yang panjang dari muka gang ke belakang hanya sekitar 700 meter dengan lebar dua meter. Jalan coran yang telah gompal disana-sini itu, menjadi jalan utama warga. Jalan coran hasil program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan) dan gotong royong warga.
Serenceng kopi instan sachet yang diseduh di gelas plastik, dan diudek langsung menggunakan bungkusnya, menjadi teman ngobrol warga. Awalnya “ngobrolin” soal pancing, mulai kelas empang sampai pancingan dengan harga jutaan. Berganti obrolan, bantuan untuk anak yatim serta obrolan lain yang muncul dan hilang begitu saja. Tanpa ada pembahasan tuntas. Begitulah model obrolan ringan, “ngalor-ngidul”, warga masyarakat bawah. Dan entah dari mana mulainya, Pak RW yang ikut hadir, bercerita ada anggota KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang datang ke sekolah. Kebetulan Pak RW adalah Guru Pendidikan Agama Islam. Mereka, lanjut Pak RW, mensupervisi bantuan sekolah, dan cerita ketakutan kepala sekolah serta pimpinan struktural di dinas terkait. Karena ada indikasi penyimpangan proyek bantuan sekolah.
Obrolan itu mengalir, berganti tema, seperti tempo symphony orchestra. Kadang tema obrolannya panjang, kadang pendek dan bergegas, seperti riak ombak kecil yang silih berganti topik tanpa dikomando. Semua terlibat obrolan atau cuma sekedar mendengarkan. Saya sendiri lebih banyak mendengarkan. Sesekali menimpali, sebagai tanda terlibat dalam obrolan yang “gayeng”. Sambil menunggu hidangan makan sederhana yang dimasak dua orang ibu dibantu dua orang bapak. Mereka memasak di sebuah meja yang ada depan rumah salah seorang ibu yang memasak. Meja yang juga sekaligus menjadi lapak warungnya. Diriwuki wara-wirinya enam orang anak berumur lima sampai delapan tahun, di depan emaknya yang sedang masak.
Sekitar pukul 23.53 masakan telah matang. Hidangan makanan sederhana; sayur asem di panci ukuran tiga liter yang masih mengepulkan asap, tumis jengkol di mangkok plastik, semangkok ikan Teri serta lalapan terong bulat dan timun. Tak lupa sambal semangkok, menjadi teman dari nasi yang diambil langsung dari rice cooker dan termos es yang menjadi tempat nasi. Mantan RT 03 membawakan sepiring ikan Paray yang “dijala” di Muara Gembong Bekasi, bersama semangkuk kecap campur irisan cabe. Makanan dihidangkan di atas spanduk tempat kami lesehan. Bukan piring, namun kertas pembungkus nasi yang menjadi alas makan.
Sebelum makan Pak RW 03 mengajak warga yang ada, untuk berdoa. Salah satu doa yang dipanjatkan adalah “Semoga bangsa Indonesia cepat pulih dari COVID-19 di hari kemerdekaan Indonesia ke 76 ini,” begitu kata Pak Sulaeman ketua RW 03 ini.
Acara malam itu memang sengaja dilakukan sejumlah warga di Gang Makam dalam rangka syukuran Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 76. Syukuran ini dilaksanakan secara sederhana dengan dana urunan dan tanpa perayaan lomba-lomba seperti sebelum pandemic COVID-19. Acara makan bersama pada tengah malam di malam 17-an, muncul dari ide dan disepakati bersama. Disampaikan dengan cara sederhana ketika warga ketemu di gang. Penyampaian gagasan sebagai cara musyawarah yang sederhana tanpa bertele-tele seperti para politisi untuk mencapai mufakat. Mungkin karena isunya bukan isu politik yang bisa jadi ketika membahasnya diperlukan kerumitan.
Datang dari inisiatif bersama dan semua orang memberi kontribusi dengan sukarela sesuai dengan kapasitas masing-masing. Sederhana tanpa meninggalkan esensi kecintaan kepada Indonesia. Ya warga Gang Makam dan jutaan warga lainnya mencintai Indonesia dengan caranya masing-masing. Mencintai Indonesia, dengan cara sederhana. Syukuran kemerdekaan dengan gotong royong.
Dalam gotong royong ada nilai kebersamaan yang menjadi ruh dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat. Sikap gotong royong didasari oleh nilai kemanusiaan, keadilan sosial, kebersamaan, persatuan, permusyawaratan dan saling tolong menolong. Dalam gotong royong ada dialog yang setara namun tetap memberikan ruang untuk berbeda. Setiap orang memiliki posisi yang setara dalam perbedaan kapasitas, kontribusi, etnisitas dan sosial. Namun memiliki tujuan bersama. Inilah yang dimaksud gotong royong memiliki makna kedaulatan.
Dalam gotong royong, bukan siapa yang mengatur atau siapa yang diatur. Namun berprinsip kepada dialog dan musyawarah untuk pemberdayaan dan kebaikan bersama. Dimana setiap individu memberikan kontribusi sesuai posisi, kemampuan dan keadaannya. Dalam gotong royong ada kesetaraan tapi tak seragam, namun memiliki tujuan yang sama. Itulah bhineka tunggal ika.
Esensi dari gotong royong adalah hidup bareng, mengerjakan sesuatu secara bersama-sama untuk kepentingan bersama. Paradigma dari gotong royong adalah paradigma dialog, bukan paradigma konflik -saling menyalahkan -aku yang benar, yang lain salah. Paradigma dialog dan kebersamaan menunjukkan bahwa persoalan yang dihadapi dipikul bersama, bahu membahu menghadapi problem bangsa, masyarakat dan atau komunitas. Namun demikian, dalam paradigma gotong royong yang membangun kebersamaan, tidak menuntut keterlibatan mutlak dari semua anggota masyarakat. Sebab prinsip dasar dari gotong royong adalah partisipasi yang didasari kerelaan. Inilah modal sosial yang harus dirawat. Itulah makna sila ke empat, pada kata “permusyawaratan” adalah gotong royong. Acara 17 an warga Gang Makam Kelurahan Harapan Baru, juga rakyat Indonesia lainnya dibangun dari musyawarah-gotong royong.
Oleh: Kang Marbawi (Kasubdit Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Non formal Informal BPIIP)
. (COK/RIS/PDN)