Search

Home / Khas /

Analisa Pakar Soal Banjir Akun Palsu Centang Biru Twitter

   |    21 November 2022    |   18:27:00 WITA

Analisa Pakar Soal Banjir Akun Palsu Centang Biru Twitter
Ilustrasi - Twitter. (foto/jeremy_bezanger/unsplash)

BERBAGAI akun palsu centang biru berseliweran membanjiri jagat Twitter setelah Elon Musk meresmikan layanan berbayar Twitter Blue. Tidak sedikit dari akun-akun palsu tersebut meniru sejumlah tokoh publik dan menyalahgunakannya.

Dosen program studi Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR) Febby Risti Widjayanto, SIP MSc memberikan analisanya terkait hal tersebut. Febby menjelaskan bahwa tujuan utama dari layanan centang biru adalah sebagai tanda kredibilitas sumber informasi yang telah terverifikasi identitas penggunanya. Selain itu, layanan centang biru sebagai bukti bahwa akun tersebut bukanlah akun palsu atau akun bot.

Verifikasi sebagai bentuk pertanggungjawaban

Menurut Febby, verifikasi atau otentisitas adalah bagian penting dalam pertanggungjawaban antara ekosistem bisnis dan masyarakat. Dalam hal ini, verifikasi yang baik akan menguntungkan Twitter karena Twitter sendiri menjadi salah satu rujukan penting ketika khalayak luas memerlukan informasi yang valid, terpercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Namun, kebijakan terkait pemberlakuan tarif pada akun centang biru, di mana siapa saja yang mampu membayar, tanpa proses verifikasi khusus dan ketat bisa mendapatkan centang biru dengan mudah, tampak terburu-buru dan sangat berisiko.

“Ini berarti absennya kecermatan dalam verifikasi berlapis hanya memunculkan fenomena pemalsuan dan penipuan melalui akun centang biru yang justru merusak kredibilitas Twitter. Ini adalah konsekuensi logis yang pasti terjadi manakala proses pengembangan bisnis teknologi informasi mengabaikan pertimbangan etika komunikasi. Padahal, hal ini sebelumnya telah coba dibangun oleh Twitter melalui moderasi dan verifikasi,” kata Febby, Senin (21/11) di Surabaya.

Bisnis Twitter berbeda

Dosen pengampu mata kuliah Politik Digital itu menuturkan, Elon Musk memang sosok yang sangat familiar dengan bisnis hasil inovasi teknik seperti halnya mobil listrik, roket, dan perkakas satelit untuk sambungan internet (Starlink) yang dapat memfasilitasi pergerakan manusia.

Namun, portal seperti Twitter, meski juga dibangun dengan mesin yang berbasis pada bahasa pemrograman, tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk-produk yang telah ia bangun sebelumnya.

“Twitter bersifat lebih mendasar karena kebutuhan manusia untuk berkomunikasi dan bertukar informasi mendahului kebutuhan akan peralatan seperti mobil, roket dan perkakas lainnya. Selayaknya pertukaran informasi yang menjadi landasan interaksi setiap manusia, maka etika komunikasi tidak bisa dipisahkan dalam rantai bisnisnya sendiri,” jelas Febby.

Terakhir, Febby melihat bahwa upaya yang dilakukan Elon Musk adalah bagian dari politik digital. Elon dengan sekuat tenaga berusaha agar dirinya bisa mewujudkan sistem technopoly, di mana ia bisa memiliki sebuah sistem kontrol informasi, baik berupa data statistik atau opini atas ruang sosial yang bernama Twitter.

“Kepemilikan kontrol ini digapai dengan berbagai percobaan-percobaan yang terobsesi dari pandangan deterministik yang melihat bahwa relasi sosial manusia dapat diubah dan dibentuk melalui pengubahan dalam kalkulasi-kalkulasi teknis dari sebuah mesin yang dipakai sehari-hari,” tutupnya. (dev/sut)


Baca juga: Pengamalan dan Perwujudan Nilai-nilai Pancasila di Bidang Ekonomi