Putri Suastini Awal Menari Diiringi Tingklik
SOSOKNYA lebih dikenal sebagai seniman multitalenta yang kemudian hari menjadi istri Gubernur Bali Wayan Koster. Namun jarang yang tahu bagaimana seorang Ni Putu Putri Suastini awalnya menekuni dunia berkesenian.
Era 80-an dan 90-an menjadi masa kecemerlangan karir berkesenian Putri Suastini. Di masa mudanya itu, ia mengeksplorasi bakat dirinya dengan berbagai macam bidang berkesenian. Akhirnya, namanya terangkat lewat seni peran di pertelevisian.
Ia sering tampil dalam program tayangan Drama Klasik yang disiarkan TVRI Denpasar, semacam tayangan sinetron kala itu. Ia pun sempat beradu akting dengan sejumlah artis top Indonesia era-90, seperti Neno Warisman (Aksara Tanpa Kata, 1992) dan Nike Ardila.
Namun siapa sangka, jika ia mengawali karir berkesenianya dimulai dari menari tari Pendet yang diiringi dengan tingklik (alat musik sederhana terbuat dari bambu). Kisah itu terungkap saat Putri Suastini selaku Ketua TP PKK Provinsi Bali mengunjungi Yayasan Bali Kuna Santi (Jero Tumbuk) yang berlokasi di Desa Selat, Kabupaten Karangasem, Minggu (26/3).
Di tempat ini, Putri Suastini membagi kisah hidupnya kepada puluhan anak perempuan yang sedang belajar menari di sana. Seakan ia langsung teringat akan masa lalunya.
Bahkan saat tiba di lokasi, Putri Suastini langsung menuju tempat dimana puluhan anak perempuan tengah belajar menari Pendet. Seolah terpanggil oleh jiwa seninya, tanpa canggung ia membaur bersama anak-anak itu, mengikuti irama gamelan.
Kebetulan, tari Pendet merupakan salah satu jenis tari yang dikuasainya karena telah dipelajari sejak usia empat tahun.
Usai menari, perempuan yang juga selaku Manggala Utama Pasikian Paiketan Krama Istri (PAKIS) MDA Provinsi Bali ini bertegur sapa dan berbagi pengalaman dengan anak-anak yang belajar menari di yayasan tersebut.
Putri Suastini bertutur, Pendet adalah tari Bali yang pertama kali ia pelajari. Seingatnya, ia mulai belajar menari sejak usia empat tahun dan itupun hanya diiringi tingklik “Sejak umur empat tahun, ibu terus belajar Tari Pendet hingga tamat SD,” ujarnya.
Menurutnya, konsistensi dalam mempelajari satu tarian sangat penting karena bermanfaat memperkuat penguasaan dasar-dasar tari seperti agem, seledet dan lainnya. Bila dasar tari telah dikuasai, ia yakin akan mudah untuk mempelajari tari berikutnya.
“Masuk ke jenjang SMP, barulah ibu mulai mempelajari Tari Legong Keraton,” ungkapnya.
Berkunjung ke Jero Tumbuk dan menyaksikan anak-anak begitu bersemangat belajar menari, ia mengaku sangat lega karena yakin tari Bali akan tetap lestari dengan proses regenerasi yang berjalan baik.
Perempuan yang akrab disapa Bunda Putri ini mendorong anak-anak tetap semangat dalam mempelajari dan menekuni ragam seni dan budaya Bali.
“Taksu Bali adalah seni, budaya, adat dan tradisi. Taksu Bali akan hilang bila seni, budaya, adat dan tradisi tak dilestarikan,” cetusnya.
Ditambahkan olehnya, kendati tiap anak nantinya menekuni profesi sesuai dengan cita-cita, penguasaan seni dan budaya tetap akan bermanfaat. “Misalnya ada yang menjadi dokter atau profesi lainnya. Tiba-tiba harus tugas ke luar negeri dan diminta menari, tentunya anak-anak akan bangga kalau bisa menari,” terangnya menyontohkan.
Pada kesempatan itu, Putri Suastini menyampaikan apresiasi atas kepedulian pihak-pihak yang terpanggil untuk membuat pusat pelatihan seni dan budaya.
Ia menambahkan, Pemprov Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Wayan Koster juga menaruh perhatian terhadap upaya pelestarian seni, budaya dan tradisi. “Ada kegiatan Bulan Bahasa Bali dan Bapak Gubernur juga tengah menggarap Pusat Kebudayaan Bali yang nantinya menjadi tempat pementasan seni dan budaya Bali dengan ribuan penonton,” pungkasnya.
Selain menyaksikan anak-anak belajar menari, Putri Suastini juga menyemangati anak-anak yang tengah berlatih nyurat aksara, gender, rindik hingga kelas yoga.
Sementara itu, Pendiri Yayasan Bali Kuna Santi I Gusti Lanang Muliarta menyampaikan terima kasih atas kunjungan Putri Suastini.
Ia menerangkan, yayasan ini didirikan pada Agustus 2020 dan aktif bergerak dalam penguatan seni dan budaya. Yayasan ini membuka kelas menari, gender, nyurat aksara, rindik, mawirama hingga yoga. (adhi)