Search

Home / Sorot / Ekonomi

Pariwisata Bali Melewati Ujian

Editor   |    02 April 2023    |   19:26:00 WITA

Pariwisata Bali Melewati Ujian
Ilustrasi- turis asing yang sedang berkunjung di obyek pariwisata Kebun Raya Bedugul (shutterstock/davideangelini)

SELAMA kurang dari 35 tahun terakhir ini, industri pariwista Bali telah menghadapi berbagai ujian berat yang telah berhasil dilampaui hingga makin dikagumi.

Kini Bali sedang dihadapi satu masalah pelik dampak dari perkembangan pariwisata itu sendiri. Ya, Pulau Dewata kini dibanjiri oleh problem turis nakal yang suka berulah dan berbuat onar atau bertindak seenaknya. Jika merunut sedikit ke belakang, ini bukan kali pertama pariwisata Bali menghadapi ujian. Bahkan sebelumnya pulau eksotik ini pernah menghadapi ujian dahsyat Tragedi Bom Bali I (2002) yang merenggut lebih dari 200 nyawa dengan korban sebagian besar adalah turis asing. Dususul tiga tahun sesudahnya terjadi Tragedi Bom Bali II (2005).

Satu dekade sebelumnya, terjadi peritsitwa Perang Teluk Persia (1990-1991) disebabkan atas invasi Irak ke Kuwait pada 2 Agustus 1990. Sehingga mengundang Amerika Serikat dan sekutunya atau NATO menyerang Irak. Peristiwa itu justru terjadi pada Visit Indonesia Year 1991 (VIY).

Tiga dekade kemudian, pandemi Covid-19 (awal 2020) melanda dunia. Sebagai salah satu peristiwa wabah terbesar dalam sejarah dunia berdasarkan cakupan penyebarannya yang telah mengglobal.

Dari empat peristiwa besar itu, berdasarkan laporan berbagai pemberitaan media telah menyebabkan industri pariwisata Bali terkena imbasnya, bahkan nyaris mati suri.

Namun seiring perjalanan waktu yang membuktikan bahwa industri pariwisata Bali mampu kembali bangkit dan semakin lebih banyak dikunjungi turis pelancong.  

Bali memang bertumpu pada industri pariwisata sebagai salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi daerah. Dikutip dari data laman Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2019, sebelum pandemi, pertumbuhan ekonomi Bali mencapai 5,63 persen, yang 0,98 persen di antaranya dihasilkan dari penyediaan akomodasi dan makan minum.

Dengan data tersebut, pemerintah daerah pun terus menggenjot kedatangan wisatawan asing. Karena, biasanya turis asing memiliki durasi tinggal yang lebih lama dan menghabiskan lebih lebih tinggi. Disebutkan sebelum pandemi, jumlah turis asing yang masuk ke Bali 6 juta orang per tahun.

Namun, saat dihantam pandemi, angka tersebut turun drastis pada periode 2020 hingga 2021. Akibat pandemi, Bali kehilangan potensi pendapatan wisata hingga Rp 9,7 triliun per bulan. Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur (Wagub) Bali Cokorda Oka Artha Ardana Sukawati (Cok Ace) pada sebuah wawancara bersama salah satu televisi nasional pada tahun 2022 lalu.

Tak ingin berlarut-larut, Bali ingin segera bangkitr dari pandemi. Perlahan, Bali mulai bangkit di tahun 2022 dengan jumlah turis asing yang masuk mencapai 2,1 juta orang. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali juga menargetkan 4,5 juta turis mancanegara masuk Bali agar bisa memenuhi target pertumbuhan ekonomi hingga 4,5 persen.

Turis nakal

Usai pandemi, pariwisata Bali mulai bangkit dengan jumlah turis perlahan kembali meningkat, namun kembali pariwisata Bali dihadapi tantangan turis asing  berulah nakal.

Dalam beberapa bulan terakhir, media disuguhkan ragam tingkah turis-turis asing problematik yang bertingkah dan tak menaati aturan yang berlaku semestinya di Bali. Salah satu yang paling ramai jadi perbincangan adalah pelanggaran lalu-lintas.

Berdasarkan catatan Polda Bali, selama periode akhir Februari hingga awal Maret 2023, tercatat 171 pelanggaran lalu-lintas dan ketertiban di jalan raya yang dilakukan oknum turis asing. Dilaporkan, turis asing itu berkendara dengan ugal-ugalan dan membahayakan pengendara di sekitarnya.

Selain itu, lewat media sosial tersebar bagaimana dengan mudah menemukan turis asing yang melanggar aturan lalulintas mulai dari tidak pakai baju saat berkendara, tidak pakai helm sampai tidak memiliki surat izin mengemudi untuk berkendara. Rata-rata turis asing yang berada di Bali menggunakan motor sewaan yang mereka sewa dari rental motor.

Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali meningkatkan pengawasan orang asing di Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar untuk mencegah perbuatan onar. Menurutnya, tiga daerah tersebut menjadi pusat tempat tinggal orang asing di Bali.

Selain itu, Pemerintah Bali juga akan mengesahkan aturan tersebut melalui Peraturan Gubernur, yang mengatur larangan sewa motor bagi turis asing di Bali. Nantinya para turis asing akan diarahkan untuk menggunakan travel ketika bepergian atau jalan-jalan di Bali.

“Jadi sudah ada Peraturan Gubernur (Pergub) Bali mengenai tata kelola pariwisata Bali. Jadi para wisatawan tidak dibolehkan lagi menggunakan sepeda motor atau apa yang bukan dari travel agent,” jelas Koster di Kantor Kemenkumham Bali, Denpasar pada Minggu (12/3).

"Jadi, para wisatawan itu harus berpergian jalan menggunakan mobil-mobil dari travel agent. Tidak diperbolehkan lagi menggunakan kendaraan yang bukan dari travel agent. Pinjam atau sewa itu tidak diperbolehkan lagi," tambahnya menegaskan.

Gubernur Bali menerangkan, jika perubahan aturan tersebut baru berlaku pada tahun 2023 pascapandemi COVID-19. Ia menuturkan, adanya aturan tersebut untuk membenahi sistem pariwisata yang tidak hanya berorientasi pada jumlah kunjungan wisata setiap tahunnya, tetapi mempertahankan pariwisata yang berbudaya.

Gubernur Koster berharap dengan berlakunya kebijakan yang baru pada tahun ini, pariwisata Bali menjadi lebih berkualitas dengan penegakan hukum dan aturan, khususnya bagi wisatawan mancanegara.

Kebijakan tersebut baru dapat dieksekusi pada tahun ini mengingat pada tahun sebelumnya pariwisata Bali sepi karena tidak ada kunjungan wisatawan.

"Mengapa sekarang? Karena kami sedang berbenah sekarang ini karena waktu pandemi, enggak berlakukan itu karena turisnya enggak ada. Sekarang mulai ditata," kata Gubernur Koster.

Ke depannya, Pemprov Bali akan memperketat pengawasan terhadap orang asing yang berwisata di Bali mengingat banyaknya wisatawan yang menyalahgunakan izin tinggal. Koster mengatakan bahwa pihaknya beserta tim pengawasan orang asing akan menindak tegas wisatawan yang melanggar aturan di Bali.

"Yang mengganggu kenyamanan pariwisata, kenyamanan, keindahan, dan kekayaan budaya Bali, setelah berkoordinasi dengan Kapolda dan Kanwil kemenkumham Bali, untuk melakukan tindakan tegas terhadap para turis, wisatawan, warga negara asing yang tindakannya itu tidak sesuai dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia dan budaya yang ada di Bali khususnya," kata dia.

Tingkah polah oknum turis asing yang sembrono di Bali sudah sering kali menjadi keluhan. Daftar panjangnya mungkin tak habis diulas dalam satu halaman saja. Tak hanya perkara melanggar lalu lintas, turis asing di Bali kini juga bisa kita temui secara terang-terangan menjual jasa melalui di platform media sosial. Dari mulai jasa guide pariwisata, belajar motor, menjadi model pemotretan, fotografer, instruktur yoga, hingga mengajari tari Bali.

Di tahap yang lebih luas lagi, tak sedikit bisnis hospitality dan restoran dimiliki turis asing di Bali. yang jadi masalah, mereka melakukan hal tersebut secara ilegal karena menggunakan visa wisata dan tak memiliki izin usaha. Tak lupa, pekerjaan ilegal yang melanggar hukum seperti menjadi pekerja seks komersial.

Terkait hal tersebut, belum lama ini salah satu TikTokers asal Italia dengan akun @Lhayesno memberikan pandangannya yang juga menjadi viral.  Ia membahas dari perspektif lain sebagai seorang turis yang pernah berkunjung ke Bali dalam melihat permasalah tersebut.

Ia mengatakan, mengapa turis-turis asing yang problematik tersebut itu tidak menghargai Bali? "Ha ha ha … Kenapa mereka pindah ke Bali, orang putih-putih ini?” kata TikToker itu di awal video dengan bahasa Indonesia yang lumayan lancar.

Ia menyebut, hal itu karena Bali murah dianggap sebagian turis asing adalah destinasi yang murah meriah. Ia juga menyebut jika dirinya menjadi warga Bali akan malu karena Bali dijual murah.

“Jadi, karena murah sekali, mereka pindah semuanya. Kalau saya sih malu ya, saya malu, kalau saya warga negara Indonesia dan saya warga Bali, saya akan sangat-sangat malu bahwa pulau saya itu dijual murah. Jadi, bule-bule itu yang kere-kere di sana (di negaranya, red) karena di sana nggak sanggup hidup, mereka itu pindah ke Bali karena murah,” kata akun @Lhayesno dalam videonya yang diunggah Sabtu (25/3).

Meskipun begitu, ia menyatakan tidak anti pada Bali. Ia hanya heran mengapa Bali ‘dijual’ dengan murah, sehingga banyak turis-turis tidak tau aturan yang datang ke Bali, dan seharusnya pemerintah Indonesia bisa lebih selektif,” tambahnya.

Kegerahan waga juga berkali-kali tercermin dari banyaknya unggahan media sosial dari tingkah laku tak tahu aturan oknum turis asing tersebut. Fenomena ini sebetulnya bukan terjadi baru-baru ini. Seperti yang sudah diterangkan di atas, fenomena ini sudah berlangsung dari sejak dua atau tiga dekade lalu, yang dimulai ‘hippies’ dari Amerika Serikat dan Eropa yang datang ke Bali.

Bedanya, saat itu tidak banyak diketahui karena saat itu tak ada sosial media, tetapi fenomena sosial yang nyata dan terjadi di masyarakatnya sama.

Salah satu bentuk resistensi dari warga yang gerah adalah dengan bermunculannya akun Instagram anonim yang menjadi media untuk bertukar informasi perihal warga negara asing yang melakukan pekerjaan ilegal di Bali.

Salah satunya seperti @moscow_cabang_bali. Mereka mengunggah laporan dari masyarakat yang merasa terganggu dengan kehadiran turis asing dengan satir dan menjadikannya lelucon sebagai salah satu cara meluapkan kekesalannya terhadap turis asing dan ketidakhadiran pemerintah yang seolah menutup mata dengan hal tersebut.

Saat ini akun anonim tersebut sudah diikuti lebih dari 10.900 pengikut. Rata-rata laporan yang masuk berupa bukti iklan turis asing tersebut di Instagram. Ada pula bukti warga lokal yang dipinjam namanya oleh turis asing untuk dijadikan persyaratan membuka usaha di Bali.

Alih-alih mencapai kemakmuran lewat konsumsi yang dilakukan oleh para turis asing, warga lokal harus resisten terhadap turis asing perihal periuk. Perebutan lahan ekonomi ini jika terus dibiarkan maka akan menyebabkan kecemburuan sosial yang berujung dengan konflik.

Sebagai catatan, Kantor Imigrasi Kelas I Bali baru saja mengumumkan telah mendeportasi 43 turis asing sejak Januari hingga Maret ini. Ke-43 warga negara asing (WNA) itu adalah bagian dari 63 turis bermasalah. Berdasarkan data imigrasi, mayoritas kasus deportasi di Bali karena alasan melewati batas izin tinggal (overstay). Tahun lalu sebanyak 194 WNA dideportasi Kantor Imigrasi Bali, mayoritas WNA Brazil dan Amerika Serikat.

Silang sengkarut masalah turis nakal di Bali ini penyelesaiannya tentu tak sesederhana dengan deportasi. Fenomena tersebut berkaitan erat dengan pariwisata yang melibatkan banyak unsur dari masyarakat hingga pemerintah. Tak hanya soal regulasi, tapi juga solusi nyata yang dapat mengatur turis asing yang semena-mena di Bali agar mau menghormati aturan hukum dan norma yang berlaku, serta memberikan jaminan rasa aman bagi warga lokal untuk tetap menjadi tuan di atas tanahnya sendiri. Lalu bagaimanakah industri pariwisata Bali akan melewati ujian kali ini? (rik/sut)

 


Baca juga: