Search

Home / Khas / Sosial Budaya

Putri Koster Kenang Mula Tapaki Seni

Made Suteja   |    05 Juli 2023    |   19:50:00 WITA

Putri Koster Kenang Mula Tapaki Seni
Putri Suastini berbaur bersama anak-anak perempuan yang tengah belajar menari Pendet dengan mengikuti irama gamelan di Yayasan Bali Kuna Santi (Jero Tumbuk) di Desa Selat, Kabupaten Karangasem, Minggu (26/3/2023). (foto/adhi)

BAGI penikmat serial drama klasik era 80-an pasti tidak asing dengan Ni Putu Putri Suastini yang kini menjadi istri Gubernur Bali Wayan Koster. Seniman serba bisa tersebut dikenal masyarakat Bali melalui drama klasik yang disiarkan oleh TVRI Bali selama hampir satu dekade pada tahun 80an.

Sementara perjalanan panjang Putri Koster berkesenian sudah dimulai sejak usia sangat dini. Hal tersebut disampaikannya saat menjadi narasumber dalam NGOBRAS ‘Ngobrol Bareng Artis’ di salah satu stasiun radio swasta di Denpasar, Rabu(5/7/2023).

“ Tahun 19170 umur 4 tahun, ibu dilatih ada guru tari ibu, Anak Agung Suciati. Nah, nike ibu dilatih dari kecil menari, jadi basicnya ibu tari Bali,” kenang Putri Koster.

Lalu setelah itu, ia mulai mendalami seni pertunjukan dengan tergabung dalam Teater Mini saat dirinya masih di jenjang SMP. Akhirnya dari pentas ke pentas. Awal namanya itu Teater Mini karena pemainnya anak-anak dan mengangkat cerita tentang anak-anak, masih berkolaborasi dengan Teater Kukuruyuk asuhan Made Taro.

Nah, disitulah Putri Suastini Koster mengenal dunia seni peran.  Hingga akhirnya saat bersekolah di SMAN 1 Denpasar, ia pun semakin aktif dalam dunia seni peran. Tidak hanya melalui teater mini namun juga tergabung dalam Teater Angin yang lebih banyak menceritakan kisah drama remaja.

“Sejak TVRI ada di Bali tahun 1978, ibu sudah mengisi di sana dengan Teater Mini-nya, Teater Angin-nya. Kalau Teater Angin, ibu tampil dengan drama remaja dan Teater Mini dengan drama klasik,” tuturnya.

Sementara memasuki dunia tarik suara menurutnya bukan sesuatu yang disengaja. Walau saat ini telah melahirkan belasan lagu, ia menyampaikan bahwa hal tersebut hanya menyalurkan gairah seninya saja.

“Lagu-lagu ibu tidak khusus. Ketika anak-anak sudah bisa diajak ke Bali, ibu ajak liburan ke Bali. Dua minggu misalnya lalu janjian dengan teman-teman lalu muncullah tembang tuntang, sinetron Cupak Gerantang,”ujarnya.

Mulanya lagu-lagu yang lahir pun hanya untuk mengisi sinetron tersebut namun akhirnya berlanjut hingga menjadi video klip.

Tidak berhenti di situ, ia pun aktif dalam seni sastra dengan aktif sebagai pembaca puisi. Awalnya menurutnya hanya iseng bermain ke Taman Ismail Marzuki (TIM) lalu berlatih vokal bersama seniman-seniman senior di sana hingga mendalami seni puisi. Bahkan saking menjiwainya tidak jarang penonton menjadi merinding hingga kesurupan mendengar Putri Koster membacakan puisi dengan lantang dan penuh penghayatan.

“Bagi ibu itu kebanggaan saja,” ungkapnya.

Kecintaannya terhadap seni tradisional hingga seni modern menjadikannya sangat peduli terhadap kelangsungan seni di Bali. Bahkan saat ini meski tengah sibuk di dunia birokrasi sebagai Ketua PKK dan Dekranasda Provinsi Bali serta jabatan lainnya, ia masih sangat menaruh perhatian terhadap dunia seni di Bali. Hal ini pula yang membuatnya memperjuangkan dilaksanakannya Festival Seni Bali Jani sebagai wadah bagi pelaku seni modern dan kontemporer agar mendapat tempat untuk berkarya.

“Belakangan ini hingga 45 tahun Pesta Kesenian Bali (PKB), ibu melihat timpang perhatian pemerintah nike terhadap seni modern karena PKB akhirnya mengerucut pada pelestarian seni tradisi. Oke, nggak apa-apa. Lalu ibu bilang berikan perhatian yang sama untuk seniman-seniman di ranah modern,” jelasnya.

Lalu ia menyampaikannide tersebut kepada sang suami yang menjabat Gubernur Bali hingga akhirnya Pemerintah Provinsi Bali memiliki dua ajang berkesenian untuk masyarakat. Yaitu Pesta Kesenian Bali (PKB) sebagai wadah melestarikan seni tradisi dengan segala modifikasi dan kreatifitas seni tradisionalnya. Sedangkan satu lagi, Festival Seni Bali Jani (FSBJ) yang memberikan ruang kepada seniman-seniman modern untuk berkarya namun masih tetap bercirikan budaya Bali. (adhi/sut)


Baca juga: Menggaungkan Kembali yang Punah