Podiumnews.com / Aktual / Hukum

Pentingnya Hapus Hukuman Mati

Oleh Editor • 10 Oktober 2023 • 21:59:00 WITA

Pentingnya Hapus Hukuman Mati
Ilustrasi hukuman mati. (abc)

INDONESIA menjadi salah satu negara yang masih memberlakukan hukuman mati meskipun sebagian banyak negara lain telah menghapuskan dari sistem penghukuman di negara mereka.

Komisioner Komnas Perempuan Satyawanti Mashudi mengatakan bahwa tanggal 10 Oktober setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Anti Hukuman Mati Internasional.  Pro dan kontra terhadap pemberlakuan hukuman mati masih berlangsung di berbagai belahan dunia hingga sekarang.

“Meskipun semakin banyak negara-negara yang telah menghapuskan hukuman mati dari sistem penghukuman di negara mereka. Sementara itu Indonesia salah satu negara yang masih melaksanakan hukuman mati,” ungkap Satyawanti melalui keterangan tertulis, Selasa (10/10/2023).

Sebagai lembaga hak asasi manusia (HAM), kata Satyawati, Komnas Perempuan berpendapat hukuman mati sudah semestinya tidak diberlakukan lagi. “Dan tidak punya tempat lagi dalam peradaban sekarang. Hak hidup adalah hak paling fundamental yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi dan situasi apa pun. Apalagi jika tidak bisa dipastikan putusan hukuman mati tersebut telah melalui proses peradilan yang adil,” ujarnya.

Menurut Satyawati, Komnas Perempuan menganggap penting melakukan pemantauan perempuan terpidana mati dalam kerangka Konvensi CAT atau Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia.

Ia menyebutkan bahwa Komnas Perempuan telah melakukan pemantauan dan pendokumentasian terhadap situasi perempuan terpidana mati di Lapas Perempuan di berbagai wilayah di Indonesia sesuai dengan data Ditjen PAS. Seperti di Yogyakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Bali, dan selanjutnya Tangerang.

“Hasil temuan menunjukkan vonis pidana mati terhadap perempuan adanya pemanfaatan kerentanan perempuan dalam berbagai kejahatan seperti pada kasus narkotika dan pembunuhan. Para perempuan terpidana mati menjadi korban sasaran pemanfaatan oleh sindikat narkoba, korban TPPO, korban KDRT yang berkepanjangan, dijebak dalam kasus pembunuhan. Hal ini tidak menjadi pertimbangan pada saat proses hukum dalam vonis pidana mati,” ujar Satyawanti.

Sementara, Komisioner Tiasri Wiandani menyampaikan bahwa perempuan terpidana mati mengalami fair trial dalam beberapa bentuk. Di antaranya mengalami penyiksaan seksual dalam proses penyelidikan oleh polisi, tidak semua didampingi oleh pengacara sejak awal proses penyidikan di kepolisian dan terbatasnya layanan bantuan hukum di Lapas untuk upaya hukum lanjutan.

Selain itu juga tidak disediakan penerjemah yang memadai, tidak memahami materi dan proses persidangan sehingga tidak merasa terancam hukuman mati, dan tidak dimunculkannya hal-hal yang meringankan bagi perempuan terpidana mati saat proses peradilan oleh pendamping hukum atau kuasa hukum.

“Komnas Perempuan melihat lebih jauh pengalaman para perempuan terpidana mati dalam mengatasi situasi dan kondisi ketika berada dalam deret tunggu dan ditempatkan dalam Lapas yang tidak secara khusus diperuntukkan bagi terpidana mati tetapi dalam Lapas wanita umum sesuai dengan UU No 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan, serta mengingat status mereka berbeda dengan terpidana lain yang masih memiliki harapan dan kesempatan untuk bebas dan meneruskan kehidupan di luar lapas,” ujar Tiasri.

Lebih lanjut Tiasari mengungkapkan, Komnas Perempuan juga menemukan kondisi-kondisi di mana ada keterbatasan pemenuhan hak untuk kebutuhan perempuan terpidana mati dalam deret tunggu. Baik itu terkait pemenuhan kebutuhan khusus layanan psikologis, layanan bantuan hukum terutama pemenuhan hak dalam upaya pengampunan, kunjungan dan penempatan khusus terutama akses terhadap keluarga dan anak yang belum terpenuhi secara ideal.

Saat ini, dijelaskan Tiasri, upaya penghapusan hukuman mati dapat dilihat dalam konteks pembaharuan hukum pidana Indonesia meskipun belum sepenuhnya dilakukan. Hukuman mati telah dihapus sebagai pidana pokok dalam KUHP yang baru disahkan akan tetapi masih dimunculkan sebagai pidana alternatif yang masih dapat diterapkan dalam putusan hakim.

Menurut Tiasri, hal ini menunjukkan Indonesia belum memiliki kemajuan yang berarti dalam upaya penghapusan hukuman mati. Padahal sebut dia, Indonesia telah berkomitmen melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

Dari alasan situasi itulah, kata Tiasri, Komnas Perempuan menyampaikan rekomendasi pentingnya penghapusan hukuman mati serta deret tunggu yang dapat dilakukan melalui kebijakan komutasi yang dapat digunakan dalam KUHP baru.

“Kedua, dalam kondisi sebagai terpidana mati, pentingnya penyediaan layanan kesehatan mental secara berkala pada mereka yang berada dalam deret tunggu dan menggantinya dengan kebijakan komutasi,” imbuhnya.

Lalu ketiga, sebut Tiasri, perlunya memastikan lapas dilibatkan dalam perumusan kebijakan terkait pemidanaan. (devi/sut)