Search

Home / Khas / Sosial Budaya

Ungkapan Syukur Lewat Permainan Rakyat

Editor   |    09 November 2023    |   21:04:00 WITA

Ungkapan Syukur Lewat Permainan Rakyat
Permainan tradisional mejaran-jaranan yang digelar di Wantilan Pura Dalem Banyuning Timur, Kamis (9/11/2023). (foto/suteja)

TRADISI budaya di Bali kaya akan berbagai nilai kearifan lokal yang unik termasuk dalam mengungkapkan rasa syukur.

Salah satu tradisi unik yang masih tetap lestari dalam mengungkapkan rasa syukur lewat permainan rakyat adalah mejaran-jaranan.

Permainan rakyat ini berasal dari Desa Adat Banyuning di Kabupaten Buleleng. Biasanya permainan ini akan dimainkan pada akhir piodalan di Pura Gede Pemayun Desa Adat Banyuning yang sengaja dilaksanakan sebagai tanda syukur karena piodalan berjalan dengan lancar.

Supaya permainan tradisional ini tetap lestari di tengah pekembangan era digital, Dinas Kebudayaan (Disbud) Buleleng melaksanakan program kegiatan eksibisi permainan mejaran-jaranan sebagai langkah pengenalan ke generasi milenial

Kegiatan ini menyasar anak-anak sekolah dasar (SD) di wilayah Kelurahan Banyuning ayng digelar di Wantilan Pura Dalem Banyuning Timur, Kamis (9/11/2023).

Kepala Bidang Sejarah dan Cagar Budaya Disbud Buleleng Nyoman Widarma mengatakan bahwa kegiatan ini untuk menularkan minat permainan rakyat kepada generasi muda agar tradisi dan budaya tetap lestari.

Widarma lalu menyebutkan, permainan mejaran-jaranan telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada Tahun 2022 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.

“Penetapan itu akan memastikan perlindungan bagi permainan tradisional yang ada, dan nantinya akan mejaga kelestarian permainan tradisional tersebutm,” ujarnya.

Sementara itu, Lurah Banyuning Nyoman Mulyawan menuturkan bahwa permainan ini merupakan asli milik Desa Banyuning terutama Banyuning Tengah. Biasanya permainan itu akan dimainkan pada akhir Piodalan di Pura Gede Pemayun Desa Adat Banyuning.

"Sebenarnya dulu yang memainkan banyak karena lantainya masih tanah liat. Tapi sekarang sudah dipaving bisa membahayakan peserta permainan. Untuk itu saya bongkar lagi pavingnya agar tradisi permainan ini bisa terus berjalan," terangnya.

Mulyawan menjelaskan secara teknis, bahwasannya permainan mejaran-jaranan dilakukan dalam bentuk dua kelompok. Setiap kelompok akan terdiri dari beberapa orang. selanjutnya dua orang akan berperan sebagai kuda, dua orang lainnya sebagai pelana untuk kaki, dua orang menggotong, dan seorang lagi sebagai jokinya.

Sebelum dimulai peserta akan mengelilingi tempat permainan sambil bernyanyi, kemudian setiap kelompok akan saling beradu, joki siapa yang terlebih dahulu jatuh, maka kelompok tersebut akan dinyatakan kalah.

"Jadi dalam permainan ini saya harapkan peserta harus bermain secara sportif agar tidak terjadi hal yang tidak kita inginkan. Satu lagi, jangan jail," pungkasnya. (suteja)


Baca juga: Kisah Mistis Pelinggih Mobil di Desa Sangket