RENCANA kenaikan tariff pajak hiburan sebesar 40-75 persen dikhawatirkan akan membuat dunia industri pariwisata di Indonesia makin lesu. Soal kenaikan tarif ini usai disahkannya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Sejumlah Anggota DPR RI kemudian menaggapi rencana pemerintah tersebut. Anggota Komisi X DPR RI Nuroji menilai kebijakan ini menciptakan kondisi yang dilematis bagi pengusaha pariwisata bidang hiburan. Jika terlalu kaku menerapkan aturan tanpa mempertimbangkan aspirasi pengusaha terkait, maka dikhawatirkan roda ekonomi pariwisata di Indonesia akan semakin lesu. “Negara berusaha menaikan pemasukan lewat pajak namun tentu ini terlalu berat untuk pengusaha dengan (kenaikan) angka segitu," Nuroji melalui keterangan tertulis, Selasa (16/1/2024). Supaya polemik ini tidak terjadi berkepanjangan, Nuroji menyampaikan bahwa Komisi X DPR akan berusaha melakukan mediasi dengan pihak pemerintah agar kenaikan pajak hiburan tidak signifikan naik. "Saat ini semua sektor bisa dibilang sedang lesu-lesunya (perputaran ekonomi) termasuk dunia hiburan. Pajak memang diperlukan untuk pemasukan negara tapi tidak seperti ini. Pemerintah perlu melibatkan para pengusaha mengenai kenaikan pajak ini supaya tidak memberatkan," tandasnya. Senada, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen berpotensi merugikan bagi subjek pajak serta semakin memperlambat pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. “Saya kira Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif harus di pihak pelaku ekonomi kreatif. Pelaku ekonomi kreatif kita sedang berusaha berkembang menjadi andalan devisa negara, tetapi di sisi lain malah semakin dibebani dengan pajak. Saya berharap jangan membabi buta mengambil sumber-sumber anggaran untuk APBN,” kata Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa (16/1/2024). Menurut Politisi Fraksi PKS itu, kenaikan pajak hiburan seharusnya diperhitungkan dengan mempertimbangkan masukan dan saran dari para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif terkait. Sehingga, menghasilkan persentase kenaikan pajak yang tepat sekaligus tidak memberatkan. Oleh karena itu, ia pun mengingatkan pemerintah untuk mendukung pemulihan dan pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. “Indonesia ini memiliki 17 subsektor ekonomi kreatif. Harusnya kita akan mendorong tumbuh dan berkembang mereka, bukan dibebani dengan pajak,” pungkasnya. Sedangkan Anggota Komisi XI DPR RI Hafisz Tohir mengatakan pajak yang dikenakan pada jasa hiburan sebenarnya bergantung pada jenis jasa hiburan yang ditawarkan. Selain itu, pengenaan pajak pada jasa hiburan juga melihat sejauh mana jasa hiburan tersebut bermanfaat. "Kalau nilai mudaratnya tinggi, maka wajib untuk dinaikkan. Jadi kalau dasar pemikiran kami di Komisi XI ya seperti itu. Pemerintah atau negara boleh mengambil pajak hiburan tinggi, memang akibat yang dibuat oleh hiburan tersebut memang agak tinggi risikonya. Maka untuk CSR-nya pun harus tinggi. Maka itu diambil lalu pajak tinggi," ujar Hafisz melalui keterangan tertulis, Selasa (16/1/2024). Namun, Hafisz menambahkan, di tengah masih besarnya tekanan ekonomi yang terjadi, kenaikan pajak hiburan tersebut kemudian membebani pengusaha. Untuk itu, Komisi XI nantinya akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak untuk menyampaikan asumsi terhadap pengenaan pajak sebesar 40-70 persen tersebut. "Kami akan mengundang Direktorat Jenderal Pajak di Komisi XI untuk menyampaikan asumsi mereka kenapa ini menjadi ribut yang tadinya tidak ada keributan ya. Sebetulnya (pengaturan pajak) itu domainnya pemerintah tetapi jika ini meresahkan masyarakat, maka DPR berhak untuk mempertanyakan kepada pemerintah," tegas Politisi Fraksi PAN ini. Di sisi lain, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menegaskan bahwa permohonan uji materi (judicial review) atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 terkait kenaikan pajak hiburan sudah diajukan oleh 22 pemohon dari berbagai daerah pada 3 Januari 2024 dan telah diterima oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 5 Januari 2024. Dirinya juga akan membuka peluang untuk diskusi bersama dengan para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif, khususnya di sektor jasa hiburan. Upaya ini, sebutnya, dilakukan untuk mencari solusi terbaik agar tidak memberatkan para pelaku usaha. (riki/sut)
Baca juga:
Kontroversi Putusan Hakim Penundaan Pemilu