Search

Home / Khas / Sosial Budaya

Ajarkan Ratusan Anak Difabel Tari dan Gamelan

Editor   |    11 Juni 2024    |   19:07:00 WITA

Ajarkan Ratusan Anak Difabel Tari dan Gamelan
Sejumlah anak difabel sedang belajar menari di Sanggar Seni Manik Uttara, Buleleng, pada Selasa (11/6/2024). (foto/suteja)

SENI sebagai hal yang universal dapat dilakoni setiap manusia tanpa terkecuali anak berkebutuhan khusus atau difabel.

Hal itu dibuktikan Sanggar Seni Manik Uttara yang didirikan pada tanggal 20 Juli 2015 lalu, oleh I Kadek Sefyan Artawan.

Sanggar ini telah mengajarkan ratusan anak difabel untuk menari dan memainkan seni gamelan. Hal ini dilatar belakangi adanya keinginan orang tua untuk anaknya yang mempunyai kebutuhan khusus mengikuti kegiatan seni seperti anak pada umumnya.

"Kami tidak memilih-milih anggota sanggar untuk belajar di sini, yang penting bisa menghitung untuk ketukan dan mengerti kanan kiri jika menari. Selain itu, kami memiliki pelatih yang sangat sabar, sehingga anak-anak ini bisa mengikuti perintah/petunjuk dengan baik dan ini merupakan pencapaian yang luar biasa bagi sanggar dan anak didik kami,” tutur Ketua Sanggar Seni Manik Uttara, Kadek Sefyan Artawan, Selasa (11/6/2024) di Singaraja.

Berlokasi di Desa Giri Mas, Kecamatan Sawan, Buleleng, Sanggar Seni Manik Uttara yang memiliki anak didik hampir lima ratusan ini didirikan berawal atas dasar ingin melestarikan dan memperkenalkan gamelan Semarpegulingan, yang saat itu belum banyak dikembangkan di Buleleng.

"Selain gamelan Semarpegulingan, kami juga memiliki seperangkat satu barung gamelan gong kebyar dan sudah mempunyai regenerasi, baik penari maupun penabuh," kata Kadek Sefyan.

Kegiatan di sanggar ini terbilang aktif. Latihan rutin pun dilakukan setiap harinya dengan pembagian waktu yang telah ditentukan. Seperti kegiatan latihan menari, latihan megambel dasar, latihan megambel anak-anak, latihan gong dewasa, dan latihan gong wanita.

Sanggar ini pun memiliki target untuk nantinya akan mengembangkan cakupannya ke wilayah bagian timur Buleleng. Seperti di Kecamatan Kubutambahan hingga Kecamatan Tejakula. Hal ini mengingat masih minimnya sanggar seni di wilayah tersebut.

"Sanggar kami sering mengisi kegiatan, baik yang diadakan pemerintah ataupun pribadi seperti festival atau pagelaran seni. Kami tetap berkarya dengan prinsip ngayah sambil melajah, tentunya karya yang dikembangkan juga tertuju pada kearifan lokal Buleleng," terangnya. (suteja)


Baca juga: Kisah Mistis Pelinggih Mobil di Desa Sangket