SINGARAJA, PODIUUMNEWS.com - Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreati (Menparekraf/Baparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno menyebut terjadi ketimpangan penyebaran distribusi wisatawan atau turis di Bali. Menparekraf Sandiaga Uno mengatakan bahwa selama ini wisatawan lebih terpusat di kawasan Bali Selatan. Seharusnya jangan sampai terjadi ketidakseimbangan tersebut. Mestinya, kata Sandiaga, terjadi distribusi penyebaran wisatawan berbagai destinasi alternatif di antaranya 3B mencakup Bali Utara, Banyuwangi, dan Bali Barat. Untuk itu, ia menekankan pentingnya peran semua pihak termasuk media, sebagai salah satu unsur pentahelix pariwisata (akademisi, pebisnis, pemerintah, komunitas, dan media) untuk terlibat dalam upaya mempromosikan pariwisata Bali agar terjadi distribusi wisatawan yang seimbang atau tidak memusat di Bali Selatan. “Media berperan strategis dalam mendorong minat wisatawan berkunjung ke destinasi wisata 3B yakni Kabupaten Buleleng, Bali Utara, Banyuwangi, dan Bali Barat. Semakin banyak pemberitaan media akan semakin tinggi minat wisatawan untuk berkunjung ke sana,” jelas Sandiaga Uno dalam diskusi dengan media peserta Press Tour ke Bali Utara, Sabtu (10/8/2024) di Singaraja. Menparekraf Sandiaga Uno menyampaikan, penyebaran wisatawan ke Bali Utara khususnya Kabupaten Buleleng, selain menjadi upaya untuk pemeratan pendapatan dari sektor pariwisata ke semua wilayah di Bali, juga menghindari terjadinya gejala overtourism akibat menumpuknya wisatawan di Bali Selatan. “Setelah pandemi Covid-19, Bali mengalami pertumbuhan pesat. Pada semester I 2024 (Januari-Juni 2024), jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia mencapai 6.413.201 kunjungan, sebanyak 2.911.135 wisman atau sebesar 45,39 persen di antaranya masuk melalui Bali. Jumlah kunjungan wisman ke Bali saat ini sudah melampaui tahun 2019 atau sebelum pandemi sebanyak 2.855.782 kunjungan,” kata Sandiaga. Pemerintah bersama seluruh stakeholder pentahelix pariwisata berusaha meningkatkan ekosistem kepariwisaatan Bali agar lebih berkualitas dan berkelanjutan melalui inovasi, adaptasi, dan kolaborasi. Salah satunya, bersama pelaku usaha biro perjalanan (travel agent) membuat paket wisata menarik untuk mendorong penyebaran ke Bali Utara. Di antaranya membuat paket tour Pemuteran-Ijen-Bromo-Pemuteran. Paket wisata Buleleng-Banyuwangi tersebut telah ditawarkan dalam kegiatan Misi Penjualan Destinasi Pariwisata di Jembrana, Bali, yang memperoleh potensi transaksi sebesar Rp1,2 miliar dan berpotensi menggerakkan wisatawan ke Bali Utara sebanyak 24 ribu wisatawan. Selain itu, peningkatan performa Desa Wisata sebagai daya tarik untuk mendatangkan kunjungan wisatawan ke Kabupaten Buleleng juga diperlukan. Sampai saat ini tercatat di Buleleng ada 75 desa wisata yang 9 desa wisata di antaranya telah masuk nominasi penghargaan Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI). Termasuk Desa Wisata Pemuteran yang mendapat penghargaaan UNDP Equator Award for Community Based Development Presented dan UNDP Social Award for Marine and Coastal Zone Management pada 2012 karena berhasil melakukan konservasi terumbu karang (coral) menggunakan metode Biorock melibatkan masyarakat nelayan setempat. Bahkan Desa Wisata Pemuteran kini menjadi ikon destinasi wisata bahari kelas dunia. Selain ada pula Pantai Lovina yang terkenal di kalangan wisnus dan wisman dengan atraksi lumba-lumba atau dholpin liar di habitatnya. “Satu lagi yang selalu saya ingat Desa Madenan yang kesohor sebagai desa penghasil durian terbaik dan terlezat di Indonesia. Tahun lalu kita promosikan dalam Festival Ki Raja di Madenan,” kata Sandiaga. Pengembangan Aksesibilitas Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buleleng, Bali Gede Suyasa menyampaikan penyebaran wisatawan baik wisman maupun wisnus dari Bali Selatan yang berkunjung ke Kabupaten Buleleng, Bali Utara tidak mencapai 10 persen. Pada semester I tahun 2024, jumlah kunjungan wisman ke Buleleng sebanyak 270 ribu kunjungan dan wisnus baru mencapai 500 ribu. “Pariwisata Buleleng mengalami high seasons hanya dua bulan, yaitu Juli- Agustus dan peak seasons di Desember-Januari dengan angka okupansi hotel rata-rata 80 persen, selebihnya selama low seasons angka okupansi hotel hanya 20-30 persen,” terang Gede Suyasa. Kondisi ini membuat Pemkab Buleleng hanya menargetkan pendapatan daerah dari PHR (Pajak Hotel dan Restoran) sebesar Rp200 miliar, di mana pada semester I 2024 baru tercapai 49 persen. Gede Suyasa menyampaikan, rendahnya angka penyebaran wisatawan dari Bali Selatan ke Buleleng, Bali Utara, karena terkendala oleh aksesibilitas, terutama instrastruktur jalan yang membuat perjalanan menjadi lama dan panjang. Oleh karena itu, perbaikan infrastruktur menjadi fokus pemerintah daerah dalam upaya menggairahkan pariwisata yang berkelanjutan. ”Salah satu faktor rendahnya persentase kunjungan wisatawan dari Bali Selatan ke Kabupaten Buleleng karena aksesibilitas atau jarak tempuh yang jauh dan cukup memakan waktu. Oleh karena itu, perbaikan infrastruktur menjadi fokus pemerintah daerah dalam upaya menggairahkan pariwisata yang berkelanjutan,” jelas Gede Suyasa. Sekda Buleleng berharap adanya pembangunan Jalan Nasional Baru (Short Cut) Singaraja-Mengwitani, yang saat ini sudah mencapai titik 3-8 perlu dilanjutkan pembangunannya sampai mendekati pusat Kota Singaraja, yang diharapkan bisa membantu dalam mengatasi masalah aksesibilitas tersebut. Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Kabupaten Buleleng Gede Dody Sukma Aktiva Askara menyampaikan, pengembangan pariwisata di Bali Utara fokus pada eco-community based tourim sebagai upaya dalam menerapkan konservasi lingkungan alam dan budaya masyarakat. “Buleleng mempunyai dataran tinggi, sepanjang Bali Utara memiliki hutan lindung dan hutan desa yang harus kita jaga. Juga mempunyai garis pantai terpanjang di Bali dengan terumbu karang dan biota lautnya harus kita jaga. Begitu pula budaya masyarakat kita pelihara dan kembangkan dalam kegiatan kepariwisataan untuk kesejahteraan masyarakat,” sebut Gede Dody Sukma Aktiva Askara. Pengembangan eko wisata berbasis masyarakat akan saling mengisi antara kepetingan pelaku usaha industri pariwisata dengan masyarakat dalam rangka mewujudkan pariwisata di Bali Utara yang berkualitas dan berkelanjutan ramah terhadap lingkungan. “Kita fokus pada pengembangan eco-community based tourim dengan atraksi wisata alam dan budaya yang banyak memberikan edukasi kepada wisatawan untuk turut serta menyangga lingkungan alam dan mengapresiasi budaya masyarakat setempat,” ujarnya. Program itu bertujuan untuk mendiseminasi dan mempromosikan destinasi pariwisata di Bali Utara yang belum banyak diketahui wisatawan sekaligus sebagai upaya menjawab isu overtourism di Bali akibat persebaran wisatawan yang tidak merata atau sebagian besar berada di Bali Selatan yang akhir-akhir ini banyak diangkat dalam pemberitaan media baik nasional maupun internasional. Turut hadir dalam acara diskusi bersama media peserta Press Tour ke Kabupaten Buleleng adalah Kadispar Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun, DPD PHRI Buleleng, Asosiasi Desa Wisata, Badan Promosi Kabupaten Buleleng, perwakilan akademisi, dan media lokal di Kabupaten Buleleng. (suteja)