Raksasa-Raksasa Itu Kembali Mengguncang Badung
MALAM itu, Puspem Badung berubah menjadi panggung raksasa. Obor menyala, mengantarkan para raksasa—ogoh-ogoh—berarak, mengguncang kesunyian malam. Bukan sekadar patung, mereka adalah simbol perlawanan, ekspresi jiwa muda Badung dalam Lomba Ogoh-Ogoh "Bhandana Bhuhkala Festival 2025."
Di bawah langit malam, sebelas ogoh-ogoh terbaik, hasil saringan ketat dari tujuh zona, beradu kreativitas. Ada yang menggambarkan amarah alam, ada yang menyuarakan kritik sosial, ada pula yang merayakan mitologi Hindu. Semua dikemas dalam bentuk yang artistik, menggetarkan, bahkan menakutkan.
"Kami ingin memberi ruang seluasnya bagi generasi muda untuk melestarikan budaya," ujar Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa, yang hadir bersama Wakil Bupati, Bagus Alit Sucipta. Janji pun ditebar: hibah tambahan bagi para juara, bukti nyata dukungan pemerintah.
Kepala Dinas Kebudayaan Badung, I Gde Eka Sudarwitha, mengungkap tiga misi utama: lestarikan tradisi, siapkan atlet, dan wadahi kreativitas. "Pemenang ogoh-ogoh akan jadi duta Badung di tingkat provinsi," ujarnya. "Sekaa Teruna juga berjanji: pawai ogoh-ogoh ramah lingkungan pada malam Pengerupukan."
Festival ini bukan sekadar lomba. Dari 14 hingga 17 Maret, Pekan Kebudayaan Daerah "Jantra Tradisi Bali" digelar, menampilkan ragam seni dan tradisi. Ogoh-ogoh, meski jadi bintang utama, hanyalah satu bagian dari upaya pelestarian budaya.
Dua tahap penilaian dilalui. Tahap pertama, seleksi di tujuh zona, lahirkan 21 finalis. Tahap kedua, malam ini, tentukan sang juara. Raksasa-raksasa ini bukan hanya simbol tradisi, tetapi juga representasi semangat zaman.
Di era modern, budaya Bali tak boleh mati. Ogoh-ogoh, dengan segala kemegahannya, adalah cara generasi muda Badung merawat warisan leluhur. Bukan sekadar hiburan, ini adalah perlawanan terhadap arus globalisasi, penegasan identitas budaya di tengah modernitas.
Malam itu, Puspem Badung jadi saksi. Raksasa-raksasa itu kembali, mengguncang jiwa, mengingatkan bahwa tradisi adalah kekuatan. Di tangan generasi muda, budaya Bali tetap hidup, relevan, dan menggetarkan. (adi/suteja)