Media Siber Bali: Antara Hidup dan Mati
Oleh: I Nyoman Sukadana*
"PULAU Dewata tak lagi hanya tentang pesona alam dan budaya, tetapi juga tentang bagaimana informasi disajikan dan dikonsumsi. Di sinilah peran krusial media siber lokal Bali diuji."
Denpasar gemerlap, Kuta berdenyut. Namun, di balik pesona Pulau Dewata, tersimpan kecemasan. Lanskap informasi Bali, yang seharusnya menjadi etalase budaya dan pariwisata, kini dikepung badai disrupsi.
Media sosial, dengan kecepatan dan kemudahan aksesnya, telah meruntuhkan tembok-tembok tradisional jurnalisme. Media siber lokal Bali, sang penjaga gerbang informasi, terhuyung-huyung di tengah pusaran ini.
Ketika Algoritma Mengalahkan Verifikasi
Di era ketika setiap orang bisa menjadi "wartawan", kebenaran menjadi komoditas langka. Algoritma media sosial, yang dikendalikan oleh kepentingan komersial, lebih memilih konten sensasional ketimbang informasi yang terverifikasi. Banjir hoaks dan disinformasi mengancam citra Bali sebagai destinasi wisata yang aman dan terpercaya.
Media siber lokal, dengan keterbatasan sumber daya, berjuang keras untuk tetap relevan. Mereka harus bersaing dengan raksasa teknologi yang memiliki algoritma canggih dan modal besar. Tantangan monetisasi di era digital semakin memperparah keadaan. Iklan, yang menjadi urat nadi media, kini beralih ke platform-platform global.
Meneguhkan Jati Diri di Era Digital
Namun, di tengah badai disrupsi, media siber lokal Bali memiliki peran strategis yang tak tergantikan. Mereka adalah benteng terakhir yang menjaga kearifan lokal dan identitas budaya Bali. Di era ketika informasi palsu bertebaran, mereka adalah sumber informasi yang dapat diandalkan.
Media siber lokal juga memiliki tanggung jawab untuk mempromosikan pariwisata berkelanjutan. Mereka dapat menyajikan informasi tentang potensi wisata yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab. Mereka juga dapat mengedukasi wisatawan tentang pentingnya menghormati budaya dan tradisi Bali.
Sinergi dan Inovasi: Kunci Bertahan
Untuk bertahan di era disrupsi, media siber lokal Bali perlu melakukan transformasi. Pertama, mereka harus meningkatkan kualitas konten. Jurnalisme investigasi dan narasi mendalam menjadi senjata ampuh untuk melawan informasi dangkal.
Kedua, kolaborasi dan inovasi menjadi kunci. Media siber lokal dapat bekerja sama dalam menghasilkan konten yang lebih berkualitas dan menjangkau audiens yang lebih luas. Mereka juga perlu memanfaatkan teknologi digital untuk menyajikan konten yang lebih interaktif dan menarik.
Ketiga, dukungan dari pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Pemerintah daerah dapat memberikan pelatihan, pendampingan, dan bantuan finansial kepada media siber lokal. Masyarakat juga dapat berperan aktif dengan menjadi pembaca setia dan mendukung media siber lokal yang berkualitas.
Media siber lokal Bali tidak boleh menyerah pada disrupsi. Mereka harus bangkit dan meneguhkan jati diri sebagai penjaga informasi dan budaya. Dengan sinergi dan inovasi, mereka dapat terus berkontribusi positif bagi kemajuan Bali. (*)
(*Penulis adalah pegiat media di Bali)