Podiumnews.com / Kolom / Opini

Perubahan Iklim Ancam Pariwisata Bali

Oleh Podiumnews • 24 Maret 2025 • 18:33:00 WITA

Perubahan Iklim Ancam Pariwisata Bali
Irfani Maulana (Ketua Bidang Penanggulangan Bencana dan Lingkungan DPD KNPI Provinsi Bali). (Foto:ist)

PERUBAHAN iklim telah menjadi ancaman nyata bagi sektor pariwisata global, termasuk Bali. Kenaikan suhu, cuaca ekstrem, dan naiknya permukaan laut bukan sekadar gangguan, tetapi dapat menjadi pukulan telak bagi industri yang menjadi tulang punggung ekonomi Bali.

Sayangnya, kesiapan sistem peringatan dini di sektor ini masih jauh dari ideal. Tanpa sistem peringatan dini yang andal, berbagai bencana seperti gelombang tinggi, badai tropis, hingga kebakaran hutan dapat terjadi tanpa adanya persiapan yang memadai.

Sebagai destinasi wisata utama Indonesia, Bali sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan iklim. Namun, dampak perubahan iklim semakin nyata dan mengancam daya tarik serta keberlanjutan sektor ini.

Abrasi pantai yang semakin parah di Kuta, Sanur, dan Nusa Dua mengancam hotel, restoran, dan infrastruktur wisata lainnya.

Menurut Badan Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, pantai-pantai di Kecamatan Kuta mengalami abrasi hebat, terutama saat musim badai, di mana daya rusak gelombang lebih besar dari daya tahan pasir di posisinya, sehingga teraduk dan bergeser arah offshore onshore dan sejajar pantai.

Pemutihan terumbu karang di perairan Nusa Penida dan Menjangan juga mengurangi daya tarik wisata selam dan snorkeling.

Pada 2018, Kepala Dinas Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Bali mengungkapkan bahwa kerusakan terumbu karang di Bali mencapai 12 persen, yang berdampak pada abrasi di seluruh pantai di Bali, dengan panjang pantai yang mengalami abrasi mencapai 181,7 kilometer, dan 87,1 kilometer di antaranya dalam kondisi parah.

Sementara itu, banjir rob di kawasan pesisir Denpasar dan Gianyar semakin sering terjadi, mengganggu aktivitas wisata dan bisnis lokal.

Perubahan pola hujan juga berdampak pada pertanian lokal dan ekowisata di Ubud dan Jatiluwih, yang mengandalkan lanskap sawah dan pertanian organik.

Menutup Kesenjangan Peringatan Dini Bersama-sama

Di tengah ancaman ini, pertanyaan yang muncul adalah apakah sistem peringatan dini yang ada sudah cukup kuat untuk melindungi sektor pariwisata Bali? Sayangnya, beberapa kendala masih menjadi penghambat efektivitasnya.

Ketidakpastian data cuaca menjadi masalah utama, di mana informasi dari BMKG sering kali tidak sampai ke pelaku industri wisata dengan cepat dan akurat, sehingga pengelola hotel dan operator wisata kesulitan merencanakan langkah mitigasi.

Minimnya infrastruktur tanggap bencana juga menjadi perhatian serius. Banyak kawasan wisata belum memiliki jalur evakuasi yang jelas, papan peringatan tsunami, atau sistem mitigasi bencana lainnya.

Untuk menutup kesenjangan ini, diperlukan kolaborasi erat antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat.

Sistem peringatan dini yang efektif harus dibangun dengan pendekatan terpadu, memastikan informasi yang akurat dan cepat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan.

Penerapan teknologi digital dalam peringatan dini, seperti aplikasi berbasis cuaca dan sistem SMS darurat, dapat meningkatkan kesiapan sektor pariwisata dalam menghadapi bencana.

Selain itu, edukasi dan pelatihan bagi masyarakat lokal dan wisatawan sangat penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Simulasi bencana secara berkala serta penyediaan informasi mitigasi bencana di destinasi wisata akan membantu mengurangi dampak ketika bencana terjadi.

Dengan bekerja sama dan berbagi tanggung jawab, kita dapat menciptakan sistem peringatan dini yang lebih tanggap dan inklusif, sehingga pariwisata Bali tetap berkelanjutan di tengah tantangan perubahan iklim.

Langkah-langkah Mitigasi yang Perlu Dilakukan

Untuk menyelamatkan sektor pariwisata Bali dari dampak perubahan iklim, pemerintah dan industri pariwisata harus segera bertindak. Salah satu langkah mendesak adalah digitalisasi sistem peringatan dini.

Pemerintah daerah harus mempercepat integrasi data BMKG dengan aplikasi wisata Bali, sehingga wisatawan dan pelaku industri dapat menerima peringatan real-time terkait cuaca ekstrem atau bencana.

Regulasi ketat untuk infrastruktur tahan bencana juga perlu diterapkan. Setiap destinasi wisata harus diwajibkan memiliki jalur evakuasi, sirene peringatan, dan protokol darurat yang diperbarui secara berkala.

Edukasi bagi wisatawan dan pelaku industri menjadi langkah penting lainnya.

Pemerintah daerah dan operator wisata wajib menyediakan informasi mitigasi bencana dalam bentuk papan informasi di lokasi wisata, brosur digital, serta pelatihan rutin bagi pekerja di sektor ini.

Selain itu, pemberian insentif bagi destinasi wisata yang menerapkan kebijakan ramah lingkungan perlu dipertimbangkan.

Selain itu, penting juga untuk mendorong penggunaan energi terbarukan dan pengurangan jejak karbon agar pariwisata di Bali bisa lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim.

Pentingnya Kolaborasi Lintas Sektor

Kolaborasi lintas sektor juga harus diperkuat. Pemerintah Provinsi Bali perlu menginisiasi kerja sama yang lebih komprehensif antara BMKG, BNPB, operator wisata, serta komunitas lokal, termasuk generasi muda untuk membangun sistem mitigasi yang lebih solid.

Tanpa langkah konkret, hanya tinggal menunggu waktu hingga Bali kehilangan daya tariknya sebagai destinasi wisata unggulan.

Sektor pariwisata adalah sumber ekonomi utama bagi jutaan orang di Bali, dan kegagalan dalam mengantisipasi perubahan iklim bisa berujung pada kehilangan pekerjaan massal serta kerugian ekonomi yang tak terhitung.

Saatnya pemerintah dan pelaku industri berhenti hanya mengandalkan keberuntungan. Perubahan iklim tidak bisa ditawar.

Jika Bali ingin tetap menjadi pusat pariwisata dunia, maka sistem peringatan dini yang kuat harus menjadi prioritas utama sebelum semuanya terlambat. (*)

Oleh: Irfani Maulana (Ketua Bidang Penanggulangan Bencana dan Lingkungan DPD KNPI Provinsi Bali)