Omed-Omedan, Harmoni Dalam Pelukan
"Gemuruh sukacita Ngembak Geni menggema. Omed-Omedan, tradisi cinta bersemi. Pelukan hangat menyatukan hati, merayakan harmoni di jantung Sesetan."
DI BAWAH naungan langit Ngembak Geni, Minggu (30/3/2025), jalanan Banjar Kaja, Sesetan, bermetamorfosis menjadi panggung sakral. Bukan panggung hiburan biasa, melainkan panggung warisan, tempat tarian tradisi Omed-Omedan mengalun, merayu sukma yang hadir. Sesetan Heritage Omde-Omedan Festival (SHOOF) telah dibuka, menyapa kota dengan aroma dupa dan warna-warni kain tradisional.
Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana, dengan gunting di tangan dan sepasang merpati putih di genggaman, meresmikan festival tahunan ini. Bukan sekadar seremonial, tetapi sebuah deklarasi cinta pada tradisi, sebuah janji untuk menjaga nyala api leluhur agar tak padam di tengah gempuran zaman.
"Di tengah arus modernisasi, generasi muda Banjar Kaja membuktikan bahwa warisan budaya adalah pusaka yang tak ternilai. Mereka adalah penjaga api tradisi, memastikan Omed-Omedan tetap menyala, menjadi bagian dari identitas Denpasar," ujar Sekda Alit Wiradana, dengan mata berbinar, seolah melihat harapan masa depan dalam setiap pelukan Omed-Omedan.
Omed-Omedan, bukan sekadar pelukan dan tarik-menarik. Ia adalah bahasa tubuh, bahasa kasih sayang, bahasa persatuan. Para pemuda dan pemudi, dalam rentang usia 17-30 tahun, menari dalam harmoni, diiringi doa dan restu para tetua. Mereka adalah benang-benang yang merajut kebersamaan, menjaga keseimbangan kosmos.
"Suciptaning Bhuana," tema yang diusung tahun ini, bukan sekadar kata-kata indah. Ia adalah mantra, sebuah ajakan untuk menyadari keutamaan cipta, rasa, dan karsa. Di tengah gemerlap festival, terselip pesan mendalam: harmoni antara manusia, alam, dan budaya adalah kunci keabadian.
Bendesa Adat Sesetan, I Made Widra, dengan suara parau namun penuh semangat, menjelaskan bahwa Omed-Omedan adalah jembatan antara masa lalu dan masa kini. Sebuah jembatan yang harus dijaga, dirawat, dan dilestarikan, agar generasi mendatang tak kehilangan jejak identitas.
"Ini bukan sekadar ritual. Ini adalah warisan. Ini adalah jati diri kita," ujarnya, seolah ingin menyadarkan setiap jiwa yang hadir.
I Putu Gede Krisna Widanta, Ketua Panitia SHOOF 2025, menambahkan, "Festival ini adalah perpaduan antara tradisi dan inovasi. Kami ingin Omed-Omedan tetap relevan di mata generasi muda, sekaligus menarik perhatian wisatawan, baik lokal maupun mancanegara."
Festival ini bukan hanya tentang Omed-Omedan. Ada pula lomba ogoh-ogoh mini, pameran kuliner, dan hiburan musik. Semua elemen bersatu padu, menciptakan simfoni budaya yang memikat. Namun, di atas segalanya, Omed-Omedan tetaplah bintang utama, simbol kebersamaan dan keberkahan yang terus menyinari Sesetan.
"Saya datang jauh-jauh dari Gianyar, penasaran dengan Omed-Omedan," ujar Ayu, seorang pengunjung, dengan mata berbinar. "Ternyata, ini lebih dari sekadar tontonan. Ini adalah pengalaman spiritual, sebuah pelajaran tentang cinta dan persatuan."
Sementara Pak Made, seorang tetua adat, berbisik, "Semoga Omed-Omedan tetap lestari, menjadi lentera bagi generasi muda, di tengah gelapnya arus globalisasi."
Di Sesetan, tradisi bukan sekadar kenangan. Ia adalah denyut nadi kehidupan, sebuah warisan yang terus dihidupkan, dari generasi ke generasi.
(fathur/suteja)