Podiumnews.com / Kolom / Opini

Kuta: Antara Senja dan Hiruk Pikuk

Oleh Editor • 06 April 2025 • 04:29:00 WITA

Kuta: Antara Senja dan Hiruk Pikuk
Argus Darshan. (dok)

KUTA. Namanya melambung, seperti ombak yang tak pernah lelah memecah pantai. Di sana, senja melukis langit dengan warna-warna yang tak pernah sama, sebuah pertunjukan alam yang selalu berhasil memukau mata. Namun, di balik keindahan itu, Kuta juga menyimpan cerita lain, sebuah kisah tentang hiruk pikuk kehidupan yang tak pernah padam.

Bagi sebagian orang, tempat ini adalah surga dunia. Pantai pasir putihnya, ombaknya yang menantang, dan matahari terbenamnya yang romantis, semua itu berpadu menciptakan pesona yang sulit ditolak. Namun, bagi sebagian lainnya, Kuta adalah sebuah labirin yang penuh dengan kebisingan dan keramaian. Di setiap sudut Kuta, suara musik berdentum, obrolan wisatawan saling bersahutan, dan deru kendaraan memecah keheningan.

Ia adalah paradoks. Tempat di mana ketenangan dan kebisingan hidup berdampingan. Di siang hari, Kuta adalah pusat kegiatan, tempat para peselancar menaklukkan ombak, para wisatawan berjemur di bawah matahari, dan para pedagang menjajakan dagangan mereka. Namun, saat malam tiba, Kuta berubah menjadi panggung kehidupan malam yang gemerlap, tempat para pencari hiburan melepas penat dan menikmati kesenangan.

Kuta adalah sebuah refleksi dari zaman kita, zaman di mana batas antara keindahan alam dan hiruk pikuk kehidupan semakin kabur. Ia adalah tempat di mana kita bisa menemukan keindahan dan kebingungan, ketenangan dan kegaduhan, semua dalam satu tempat. Kuta, dengan segala paradoksnya, adalah sebuah cerita yang tak pernah selesai, sebuah cerita yang terus ditulis oleh waktu dan manusia.

Dalam tiap hempasan ombak Kuta, dalam setiap kelipan lampu malamnya, Kuta menyimpan pertanyaan: ke manakah arah kita, dalam pusaran antara alam dan budaya, antara tradisi dan modernitas? Barangkali, jawabannya ada dalam harmoni yang kita ciptakan, dalam keseimbangan yang kita jaga, antara senja Kuta yang tenang dan hiruk pikuk Kuta yang dinamis. (*)

(Argus Darshan)