Podiumnews.com / Kolom / Opini

Hari Suci Galungan: Antara Sisi Spiritualitas dan Paradoksnya

Oleh Podiumnews • 21 April 2025 • 22:10:00 WITA

Hari Suci Galungan: Antara Sisi Spiritualitas dan Paradoksnya
Putu Eka Sura Adnyana. (Foto: Dok/Pribadi)

HARI Raya suci Galungan merupakan salah satu perayaan suci yang penuh makna bagi umat Hindu di Indonesia, khususnya di Bali. Galungan bukan sekadar serangkaian upacara atau tradisi turun-temurun, tetapi sebuah momentum spiritual yang mengingatkan kita akan kemenangan Dharma (kebenaran) melawan Adharma (kejahatan) dengan penuh rasa bhakti dan bahagia. 

Teks Sundarigama menjelaskan "Buda Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep" Yang memiliki arti: "Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan. Arahkan untuk bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran”

Dalam suasana yang sarat dengan simbol-simbol religius, seperti penjor yang menjulang tinggi dan banten yang tertata rapi lengkap dengan segala pernak-pernik hiasannya, kita diajak untuk tidak sekadar larut dalam kemeriahan, tetapi memahami makna terdalam dari setiap simbol yang ada pada perayaan suci Galungan bagi kehidupan manusia.

Namun di balik kesakralan itu, terdapat paradoks yang tak bisa diabaikan. Perayaan yang sejatinya mengajarkan kesederhanaan dan keseimbangan justru dibayangi oleh realita modern yaitu dengan meningkatnya penggunaan plastik dalam upakara yang dapat mencemari lingkungan, kenaikan harga sarana banten yang membebani umat, serta meningkatnya kesan bahwa Galungan semakin terjebak dalam arus konsumtif dan formalitas.

Realitas perayaan modern, merayakan Galungan apakah tujuan kualitas atau kuantitas? Apakah ukuran penjor yang megah, jumlah banten yang banyak, atau pakaian serba baru yang dikenakan sudah cukup mencerminkan kesucian hari galungan ini? atau hanya gengsi semata?

Yang ditekankan tentu adalah kualitas. Kualitas dalam niat bukan karena gengsi. Perayaan yang sederhana namun penuh penghayatan akan jauh lebih bermakna daripada kemewahan tanpa makna. Sebab Tuhan tidak melihat pada bentuk luar, tetapi pada kesucian hati dan ketulusan bhakti.

Karena pada akhirnya, kemenangan sejati bukanlah kemenangan yang terlihat, tetapi kemenangan batin kemenangan diri atas segala bentuk Adharma dalam hidup ini.

Perayaan yang suci tidak boleh meninggalkan jejak yang merusak apalagi membebani umat dan diri sendiri. Sampah bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal etika dan kesadaran spiritual. Jika kita merayakan kemenangan Dharma, maka menjaga alam dan lingkungan juga bagian dari Dharma itu sendiri.

Kenaikan harga bahan banten, penjor, daging babi seakan-akan menjadikan galungan kearah perayaan yang konsumtif dan formalitas semata. Perlu disikapi dengan menjadikan momen Galungan ini sebagai ajang refleksi untuk kembali pada kesederhanaan yang bermakna, bukan kemewahan yang memberatkan. 

Perayaan suci Galungan hendaknya pada masyarakat dapat sembahyang dengan rasa bhakti, rasa syukur yang tulus iklas, dan sikap hidup subha karma yang mencerminkan nilai-nilai Dharma. 

Mulailah mengutamakan kualitas bukan kuantitas dalam persembahan disertai dengan kesadaran ekologis, maka Galungan tahun ini bisa jadi titik awal perubahan menuju perayaan yang lebih bijak dan berkelanjutan "galang apadang maryakena sarwa byapaning idep". Serta mampu mengurai masalah sampah, tidak mengarah pada prilaku konsumtif dan formalitas semata. 

Semoga umat hindu senantiasa diberikan jalan yang mudah dan penuh kedamaian dalam menjalankan yajna dan dharma. Selamat merayakan hari suci Galungan. 

Oleh: Putu Eka Sura Adnyana Ketua Bidang Adat, Agama,Tradisi dan Budaya DPD KNPI Bali