Search

Home / Khas / Pemerintahan

Ketika Gubernur Menjadi Penabuh Gamelan

Editor   |    08 Juni 2025    |   17:23:00 WITA

Ketika Gubernur Menjadi Penabuh Gamelan
Gubernur Bali Wayan Koster menabuh gangsa bersama pemedek saat perayaan Tumpek Krulut di Pura Besakih, Sabtu (7/6/2025). (foto/sukadana)

KARANGASEM menjadi saksi peristiwa yang tak biasa pada Sabtu (7/6/2025). Suara gamelan mengalun dalam suasana sakral Pura Agung Besakih saat perayaan Tumpek Krulut. Di tengah para penabuh, Gubernur Bali Wayan Koster ikut ngayah memainkan gangsa, menyatu bersama umat yang hadir.

Tangan-tangan Koster menghentak bilah gangsa dengan mantap. Aksinya bukan simbolis. Ia menabuh bersama, memimpin irama yang mengiringi tarian sakral Topeng Sidakarya. Nada gamelan menyatu dengan semangat kasih yang menjadi inti Tumpek Krulut.

Pura Merajan Kanginan menjadi tempat terjadinya momen tersebut. Lokasi ini merupakan bagian dari rangkaian persembahyangan yang dimulai dari Pura Gelap, dilanjutkan ke Penataran Agung, lalu berakhir di Merajan Kanginan. Kebetulan, piodalan rutin Tumpek Krulut juga tengah berlangsung di sana.

Warga yang hadir tak sekadar bersembahyang. Banyak yang tersenyum, mengangkat ponsel, lalu merekam momen saat seorang pemimpin larut dalam gamelan, tanpa sekat jabatan. Kehadiran itu menciptakan kedekatan, bukan formalitas.

Wayan Koster telah mencanangkan Tumpek Krulut sebagai Hari Tresna Asih sejak 2022 melalui Surat Edaran Gubernur Nomor 04 Tahun 2022. Ia ingin menjadikan hari suci ini sebagai bagian dari cara hidup masyarakat Bali yang selaras dengan nilai-nilai Sad Kerthi.

“Perayaan Tumpek ini harus menjadi laku hidup atau lifestyle masyarakat Bali. Ini cara kita membangun jati diri dan karakter masyarakat Bali secara spiritual, kultural, dan sosial di tengah tantangan modernisasi,” ujar Koster.

Perayaan Tumpek Krulut tahun ini terasa lebih hangat. Gamelan bukan hanya iringan, tetapi bagian dari pesan kasih. Tabuhan gangsa menjadi bentuk komunikasi yang tak membutuhkan kata. Kehadiran pemimpin dalam barisan penabuh adalah wujud keteladanan, bukan sekadar kehadiran seremonial.

Pemimpin yang menabuh bersama rakyat mengajarkan bahwa nilai hidup tak harus disampaikan lewat pidato panjang. Cukup duduk bersama, menghormati tradisi, dan mengambil bagian dalam getaran nada yang sama.

(sukadana/suteja)

 

Baca juga :
  • Bekerja dalam Diam, Menginspirasi dalam Ingatan
  • Pengabdian yang Tak Tercatat di Absen
  • Denpasar Apresiasi Perjuangan Para Pemburu Jentik