Search

Home / Kolom / Editorial

Ekraf: Jalan Baru Bali Menata Ulang Arah

Editor   |    15 Juni 2025    |   05:01:00 WITA

Ekraf: Jalan Baru Bali Menata Ulang Arah
Editorial. (Podiumnews)

BALI tak bisa terus menggantungkan hidupnya pada satu tiang. Pelajaran itu datang dengan keras, melalui pandemi yang memukul sektor pariwisata hingga menyisakan lumpur krisis di mana-mana. Kini, Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan arah baru: menjadikan ekonomi kreatif (ekraf) sebagai salah satu sektor strategis pengganti pariwisata.

Pernyataan ini bukan sekadar visi, tetapi buah dari pengalaman pahit. Saat pariwisata yang menyumbang 66 persen PDRB Bali terpukul, tidak banyak sektor lain yang cukup siap menopang. Maka, langkah membangun enam sektor unggulan, termasuk ekraf, adalah upaya membagi beban agar ekonomi Bali berdiri lebih kokoh dan berkelanjutan.

Yang menarik, Gubernur Koster menempatkan ekraf bukan sebagai tambahan, tetapi sebagai wajah baru ekonomi berbasis budaya. Pernyataan Gubernur Bali bahwa “kita tidak punya tambang, yang kita punya adalah budaya yang hidup” mencerminkan kesadaran strategis atas kekuatan Bali yang sesungguhnya. Kreativitas lokal, kriya, fashion, konten digital, hingga kesenian adalah aset masa depan yang ramah lingkungan dan relevan dengan perubahan zaman.

Pemerintah pusat melalui Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky pun menyebut Bali sebagai contoh ideal dari implementasi UU Ekraf. Di saat daerah lain terpuruk, ekosistem kreatif di Bali justru tetap bernapas. Ini bukan kebetulan, tapi hasil dari keberanian dan konsistensi membangun ekosistem pelaku yang konkret, bukan sekadar dokumen dan rencana kerja.

Langkah Bali membentuk Badan Ekonomi Kreatif dan Digital patut diapresiasi. Ini bukan semata soal nomenklatur, melainkan bentuk keberpihakan struktural. Tanpa keberpihakan seperti ini, sektor kecil akan terus tenggelam dalam bayang-bayang sektor besar. Padahal, dari UMKM dan pelaku ekraf inilah inovasi dan keberlanjutan ekonomi Bali dapat tumbuh secara lebih merata dan inklusif.

Transformasi ekonomi Bali ke arah yang lebih tangguh dan beragam adalah keharusan sejarah. Ekonomi yang sehat adalah ekonomi yang tidak tergantung, tetapi tumbuh dari banyak akar. Dan ekonomi yang berakar pada budaya adalah kekayaan yang tidak bisa didevaluasi oleh krisis global mana pun.

Yang kini dibutuhkan adalah konsistensi dalam eksekusi. Dukungan lintas sektor, pendidikan yang menyemai kreativitas sejak dini, serta keberanian politik untuk menjaga arah. Karena transformasi bukan sekadar slogan, tapi kerja panjang yang memerlukan komitmen bersama.

Saat dunia berubah, Bali pun harus berani berubah tanpa kehilangan jati diri. Ekraf bukan jalan pintas, tapi jalan panjang yang menjanjikan arah baru. Arah yang tak lagi menggantung pada ketidakpastian, tapi berdiri pada kekuatan yang dimiliki sendiri. (*)

Baca juga :
  • Separuh Devisa, Seperempat Perhatian?
  • Integritas Tak Bisa Ditawar
  • Ketertinggalan yang Tak Boleh Dibiarkan