Search

Home / Kolom / Editorial

Ketertinggalan yang Tak Boleh Dibiarkan

Editor   |    11 Juni 2025    |   20:24:00 WITA

Ketertinggalan yang Tak Boleh Dibiarkan
Editorial. (Podiumnews)

CAPAIAN Universal Health Coverage (UHC) di Bali secara umum memang membanggakan. Sebanyak 99,13 persen penduduk telah terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan. Namun di balik angka yang nyaris sempurna itu, terselip sebuah catatan serius: Kabupaten Jembrana dan Buleleng masih tertinggal dari target nasional 98 persen. Bahkan untuk Buleleng, tingkat peserta aktif tercatat masih di bawah 80 persen. Ini bukan sekadar statistik. Ini menyangkut nyawa, akses, dan keadilan atas layanan dasar.

Ketimpangan ini menyentuh nurani bersama. Dua kabupaten di Bali utara dan barat itu kembali berada di posisi paling rentan. Apakah karena kendala geografis, distribusi fasilitas kesehatan, atau rendahnya intervensi birokrasi, semua perlu dijawab secara jujur. Sebab ketika ketertinggalan menyentuh wilayah kesehatan, berarti yang dikhianati adalah hak paling asasi.

Bali dikenal sebagai provinsi yang menjunjung tinggi nilai keseimbangan dan kebersamaan. Namun bagaimana mungkin nilai itu benar-benar hidup jika ketimpangan seperti ini terus dibiarkan? Pemerintah provinsi memang sudah mengingatkan bahwa anggaran untuk membiayai peserta JKN dari kategori PBI (Penerima Bantuan Iuran) akan berkurang ke depan. Maka kesiapan daerah menjadi sangat krusial, terutama bagi wilayah yang selama ini tertinggal.

Jembrana dan Buleleng tak boleh hanya menjadi catatan kaki dalam laporan tahunan. Perlu ada langkah afirmatif yang sungguh-sungguh. Bukan hanya soal data, tetapi perencanaan strategis untuk pemerataan akses. Buleleng, yang secara wilayah merupakan kabupaten terluas di Bali, membutuhkan pendekatan yang berbeda. Demikian pula Jembrana yang selama ini terkesan jauh dari pusat kebijakan.

Rapat Forum Kemitraan dan Forum Komunikasi yang dipimpin Sekda Provinsi Bali harus dilihat sebagai momen untuk merumuskan keadilan layanan. Kampanye peserta mandiri memang penting, tetapi jangan lupakan bahwa banyak masyarakat masih hidup dalam keterbatasan dan belum mampu secara mandiri membayar iuran. Pemerintah harus hadir lebih dulu di sana, sebelum menarik diri dengan dalih efisiensi anggaran.

Universal Health Coverage sejatinya bukan soal pencapaian teknokratis. Ia adalah ukuran keberpihakan negara kepada rakyatnya yang paling membutuhkan. Maka jangan biarkan dua kabupaten ini berjalan terseok-seok sendiri, sementara daerah lain melaju dalam grafik UHC yang menggembirakan. Di titik inilah Bali akan diuji, bukan oleh data, melainkan oleh nurani. (*)

Baca juga :
  • Integritas Tak Bisa Ditawar
  • Kreneng: Ujian Penataan Kota
  • Menebas Risiko, Menanam Kesadaran