Search

Home / Aktual / News

Banjir Bandang Bali–NTT Tunjukkan Risiko Tata Ruang

Nyoman Sukadana   |    17 September 2025    |   09:42:00 WITA

Banjir Bandang Bali–NTT Tunjukkan Risiko Tata Ruang
Ilustrasi banjir bandang. (podiumnews)

DENPASAR, PODIUMNEWS.com - Banjir bandang yang melanda Bali pada 9–10 September 2025 serta Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 8 September 2025 menjadi peringatan keras tentang risiko tata ruang yang lemah. Fenomena ini muncul di tengah musim kemarau setelah curah hujan ekstrem melebihi 300 milimeter per hari mengguyur kawasan tersebut.

Guru Besar Geomorfologi Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Dr Djati Mardiatno SSi MSi menegaskan, banjir bandang dipicu kombinasi hujan ekstrem dan berkurangnya tutupan lahan. “Berkurangnya hutan yang berubah menjadi area terbangun membuat air hujan lebih banyak mengalir di permukaan daripada meresap ke tanah. Aliran permukaan yang besar inilah yang memicu banjir bandang,” jelasnya dalam keterangan pers, Rabu (17/9/2025).

Djati menilai objek vital di perkotaan semakin rentan akibat tata ruang yang tak terkendali. Solusi jangka panjang, menurutnya, harus berupa disiplin tata ruang. “Kita harus memperbanyak ruang terbuka hijau, membatasi konversi lahan hutan, serta memastikan sungai tidak tersumbat sampah agar saluran air berfungsi optimal,” tambahnya.

Senada, Prof Ir Bakti Setiawan MA PhD, pakar perencanaan kota UGM, menegaskan bahwa banjir bukan hanya akibat faktor alam. “Ada faktor eksternal berupa perubahan iklim, tetapi ada juga faktor internal yaitu tata ruang dan perkembangan kota yang tidak terkendali. Tantangan utamanya adalah lemahnya penataan ruang dalam mengantisipasi risiko bencana,” ujarnya.

Bakti menekankan solusi ke depan harus berupa tata ruang berbasis mitigasi dan penguatan ketangguhan komunitas. “Peningkatan ketangguhan warga melalui penguatan social capital penting agar masyarakat lebih siap menghadapi bencana,” katanya.

Kedua pakar menegaskan bahwa peran pemerintah, akademisi, dan masyarakat harus berjalan seiring. Pemerintah dituntut menyiapkan rencana kontinjensi dan menegakkan tata ruang, akademisi mendukung dengan riset dan sosialisasi, sementara masyarakat dapat mengambil langkah sederhana seperti menjaga ruang terbuka hijau, membuat sumur resapan, dan disiplin tidak membuang sampah ke sungai.

Peristiwa banjir bandang Bali–NTT ini menjadi pengingat bahwa bencana hidrometeorologi bukan hanya disebabkan alam, tetapi juga cerminan bagaimana manusia mengelola ruang hidupnya.

(sukadana)

Baca juga :
  • Suami Habisi Nyawa Istri Lalu Berusaha Bunuh Diri di Denpasar
  • BMKG Prediksi Hujan Lebih Awal, Pakar Ingatkan Mitigasi
  • Tinjau Lokasi Banjir, Walikota Denpasar Fokus Cari Korban dan Pemulihan Lingkungan