Podiumnews.com / Aktual / Ragam

Humas Proaktif Bisa Pangkas Risiko Krisis Komunikasi hingga 30 Persen

Oleh Nyoman Sukadana • 19 September 2025 • 21:15:00 WITA

Humas Proaktif Bisa Pangkas Risiko Krisis Komunikasi hingga 30 Persen
Ilustrasi peran strategis kehumasan dalam menjaga citra dan membangun komunikasi publik yang proaktif. (podiumnews)

YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Setiap organisasi, perusahaan, maupun institusi publik tidak pernah lepas dari ancaman krisis komunikasi yang bisa datang kapan saja dan berisiko merusak citra serta reputasi. Praktisi komunikasi publik, Winda Mizwar Pratiwi SE MIKom, menegaskan pentingnya sikap proaktif agar kerugian reputasi dapat ditekan secara signifikan.

“Organisasi yang merespons secara proaktif saat awal krisis, dapat mengurangi kerugian reputasi hingga 30 persen lebih kecil dibandingkan yang merespons secara reaktif,” ujarnya dalam workshop Manajemen Krisis dan Komunikasi Proaktif di Gedung Pusat UGM, Kamis (18/9/2025).

Menurutnya, pola pikir humas tidak cukup sekadar reaktif. Respons cepat memang penting, tetapi tanpa refleksi hanya menghasilkan penyelesaian jangka pendek. Sebaliknya, sikap reflektif memungkinkan organisasi belajar dari krisis sekaligus memperkuat reputasi.

Ia mencontohkan sektor pendidikan dan kesehatan sebagai bidang yang paling rentan kehilangan kepercayaan publik saat terjadi krisis komunikasi. “Masyarakat menaruh ekspektasi etika dan transparansi yang lebih tinggi pada sektor ini,” katanya.

Winda menekankan bahwa setelah badai krisis, yang dibutuhkan bukan hanya perbaikan citra, melainkan narasi masa depan bahwa institusi belajar, berubah, dan berkomitmen baru. Transparansi, empati institusional, serta koordinasi dengan humas pusat menjadi kunci saat krisis muncul di tingkat unit atau fakultas.

Workshop ini tidak hanya menyajikan materi, tetapi juga simulasi penanganan krisis, diskusi interaktif, hingga praktik pembuatan siaran pers. Peserta diajak memahami pentingnya audience mapping dalam strategi komunikasi agar pesan dapat diterima secara efektif.

“Pesan yang sama bisa diterima berbeda jika tidak disesuaikan dengan siapa audiensnya dan bagaimana cara kita menyampaikannya,” terang Winda.

Ia menambahkan, membangun kepercayaan publik membutuhkan konsistensi, bukan sekadar kecepatan. “Kepercayaan publik bisa runtuh seketika jika kita salah langkah, tetapi bisa tumbuh kuat jika kita konsisten menyampaikan pesan dengan jujur,” tegasnya.

Melalui forum ini, UGM menegaskan komitmennya memperkuat kapasitas humas agar mampu menjadi garda terdepan dalam menjaga reputasi, membangun komunikasi proaktif, serta mengubah tantangan krisis menjadi peluang.

(riki/sukadana)