Search

Home / Aktual / Kesehatan

Industri Dinilai Tutupi Gula Tinggi, Pakar Minta Cukai MBDK

Nyoman Sukadana   |    25 September 2025    |   12:21:00 WITA

Industri Dinilai Tutupi Gula Tinggi, Pakar Minta Cukai MBDK
Ilustrasi menampilkan botol minuman berpemanis dan simbol kesehatan pada timbangan, menggambarkan risiko konsumsi gula berlebih bagi masyarakat. (podiumnews)

YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Industri makanan dan minuman dinilai kerap menggunakan strategi pemasaran yang menonjolkan kandungan vitamin atau kalsium, namun menutupi tingginya kadar gula dalam produk. Praktik ini dikhawatirkan memperburuk tren konsumsi masyarakat yang semakin sarat gula dan berisiko meningkatkan prevalensi penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.

Hal itu mengemuka dalam seminar bertajuk “Si Manis Bikin Krisis: Menelisik Dampak Cukai MBDK dari Sisi Ekonomi, Kesehatan, dan Hukum” yang digelar Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) bersama Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM di Function Hall Lantai 8, Learning Center FEB UGM, Selasa (23/9/2025).

Ketua Health Promoting University (HPU) UGM sekaligus Kepala Departemen Perilaku Kesehatan, Lingkungan, dan Kedokteran Sosial FK-KMK UGM, Prof Dra Yayi Suryo Prabandari MSi PhD, menegaskan pentingnya meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya konsumsi gula berlebih. “Kita perlu mendorong kesadaran hidup sehat, terutama di kalangan mahasiswa dan masyarakat, karena risiko penyakit tidak menular semakin meningkat,” ujarnya.

Community Engagement Lead CISDI, Nadia Putri Febriansyah, menyebut isu cukai MBDK sebagai agenda penting karena menyangkut kepentingan masyarakat luas dan membutuhkan kolaborasi lintas disiplin. “Kebijakan ini bukan sekadar fiskal, tapi instrumen untuk menekan beban kesehatan masyarakat,” katanya.

Senada, peneliti CISDI Nida Adzillah Auliani menyoroti strategi pemasaran industri yang dianggap menyesatkan. “Mereka menonjolkan kandungan vitamin atau kalsium, padahal kadar gulanya sangat tinggi. Lingkungan kita sudah membentuk obesogenic environment yang membuat masyarakat semakin mudah mengonsumsi produk tinggi gula,” jelasnya.

Dari perspektif internasional, Maria Fatima A Villena dari Action for Economic Reform (AER) Filipina membagikan pengalaman negaranya dalam menerapkan cukai gula. Menurutnya, kebijakan tersebut terbukti menurunkan konsumsi minuman berpemanis, meningkatkan pendapatan negara, sekaligus memperkuat pembiayaan kesehatan. “Cukai MBDK terbukti membawa dampak ganda, menekan beban kesehatan sekaligus memperkuat jaminan sosial,” tegasnya.

Sekretaris HPU UGM, Dr Supriyati, menambahkan bahwa penyakit tidak menular kini menjadi penyebab mayoritas kematian di Indonesia, dengan konsumsi gula berlebih sebagai salah satu faktor risiko. Dari sisi ekonomi, Dosen FEB UGM, Dr Novat Pugo Sambodo, menjelaskan bahwa tujuan utama kebijakan cukai adalah mengendalikan konsumsi, bukan semata meningkatkan penerimaan negara.

Sementara itu, Dosen Fakultas Hukum UGM, Dr Arvie Johan SH MHum, menekankan pentingnya kepastian hukum dalam desain kebijakan agar cukai MBDK dapat berjalan efektif dan berkelanjutan. “Kebijakan ini harus dirancang dengan landasan hukum yang kuat agar tidak mudah digugat dan bisa konsisten dilaksanakan,” ujarnya.

Para pakar sepakat, tanpa intervensi kebijakan yang tegas, industri akan terus mendominasi pasar dengan produk tinggi gula yang dipasarkan secara menyesatkan. Penerapan cukai MBDK diyakini bukan hanya mengendalikan konsumsi, tetapi juga memberi ruang bagi masyarakat untuk hidup lebih sehat sekaligus memperkuat sistem jaminan sosial nasional.

(riki/sukadana)

Baca juga :
  • Pasien JKN Kerap Dipulangkan Dini, RS Disorot
  • Hasil Skrining: 1 Persen Penduduk Alami Depresi
  • 35 Persen Peserta Skrining BPJS Terindikasi Gangguan Mental