Search

Home / Kolom / Opini

Kiblat Musik Indonesia Bermula dari Flobamora

Nyoman Sukadana   |    27 September 2025    |   19:00:00 WITA

Kiblat Musik Indonesia Bermula dari Flobamora
Empat bersaudara Tielman asal Flobamora tampil sederhana, namun kelak mengguncang dunia dengan musik rock and roll legendaris mereka. (dok/FLOBAMORA)

INI bukan ungkapan satire, bukan juga propaganda kosong. Fakta sejarah yang terlipat dan sering disalah tulis akhirnya terkuak. Dalam sejumlah literasi populer, The Tielman Brothers, band yang menginspirasi vokalis Scorpions, Klaus Meine, disebut berasal dari Maluku, bahkan ada yang menulis dari Surabaya.

Nyatanya, Tielman adalah nama sang ayah yang lahir di Pulau Timor. The Tielman Brothers pun melewati masa kecil di sana. Mereka anak-anak Flobamora keturunan Belanda yang sebelum terkenal memiliki band bernama The Timor Rhythim Brothers.

Jejak Awal dan Pengakuan Dunia

Sejarah mencatat, pengakuan resmi kedaulatan Indonesia dari Belanda terjadi setelah Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus hingga 2 November 1949. Tidak lama setelah itu, The Tielman Brothers tampil di hadapan Presiden Soekarno di Istana Negara Jakarta, pada 29 Desember 1949. Penampilan mereka membuat Bung Karno berdecak kagum.

Kini, ketika musisi asal Nusa Tenggara Timur mulai menapaki panggung besar musik nasional bahkan Asia, kita seperti menyaksikan sejarah yang berulang. Fenomena terbaru adalah penampilan Ryan “Silet Open Up,” musisi asal Flobamora, pada perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia di Istana Negara di hadapan Presiden Prabowo, 17 Agustus 2025.

Apakah kemunculan ini kebetulan? Jika diperiksa dengan saksama, ini tampak seperti siklus sejarah yang berayun dan berulang. Seperti halnya ketika pelatih legendaris asal Flobamora, Sebastian Sinyo Aliandoe, nyaris membawa Timnas Indonesia ke Piala Dunia Meksiko 1986. Kini, generasi baru seperti Marselino Ferdinan dan kawan-kawan melanjutkan mimpi itu.

Menguak Akar Sejarah yang Terlupakan

Kita diajak melihat ulang sejarah dengan jernih, termasuk bagaimana pengaburan sejarah sering terjadi lewat propaganda literasi. Sejarah mesti didudukkan secara adil, sebab mereka yang mengaburkannya akan terkubur bersama sejarah itu sendiri.

Dari catatan resmi Wikipedia, The Tielman Brothers adalah grup musik tertua asal Indonesia. Mereka anak dari Herman Tielman dan Flora Laurentine Hess asal Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sebelum berganti nama menjadi The Tielman Brothers, mereka dikenal dengan nama The Timor Rhythim Brothers.

Musik mereka beraliran rock and roll, namun masyarakat Eropa menyebutnya Indorock, perpaduan antara musik Indonesia dan Barat yang berakar dari keroncong.

The Tielman Brothers menjadi band Belanda–Indonesia pertama yang menembus kancah internasional pada 1950-an. Mereka bahkan dikenal di Eropa jauh sebelum The Beatles dan The Rolling Stones. Klaus Meine dari Scorpions secara terbuka pernah menyebut dirinya terinspirasi oleh permainan anak-anak Tielman.

Pelopor dan Inspirasi Dunia

Di Indonesia, nama The Tielman Brothers justru asing bagi banyak orang, hanya dikenal oleh kolektor musik. Padahal, mereka dipercaya lebih dulu memperkenalkan musik rock sebelum The Beatles.

Aksi panggung mereka dikenal energik dan atraktif. Mereka tampil melompat, berguling, dan memainkan gitar, bass, serta drum dengan gaya memukau. Andy Tielman, sang frontman, bahkan dipercaya mempopulerkan atraksi bermain gitar dengan gigi atau di belakang kepala, jauh sebelum Jimi Hendrix atau Ritchie Blackmore.

Andy Tielman dan keluarganya sempat menamai grup mereka The Timor Rhythim Brothers sebelum berganti menjadi The Four Tielman Brothers pada 1957, dan akhirnya resmi menjadi The Tielman Brothers pada 1960.

Perjalanan musik mereka dimulai di Surabaya pada 1945. Empat bersaudara Tielman bersama Jane menafsirkan lagu-lagu daerah dan tarian tradisional sebelum akhirnya tampil di berbagai panggung di Indonesia. Namun pada 23 Maret 1957, keluarga Tielman berangkat dari Pelabuhan Tanjung Priok menuju Belanda. Dari sanalah mereka menembus dunia internasional. Fakta sejarah tetap tegak, mereka adalah anak-anak Flobamora yang melegenda.

Cermin bagi Generasi Kini

Catatan ini menjadi ajakan untuk mengenali sejarah dan potensi diri. Kita memiliki kelebihan di dunia musik, olahraga, dan literasi. Dalam dunia jurnalistik, banyak tokoh diaspora Flobamora yang berkiprah, bahkan menguasai industri media, meski tidak semuanya menjadi pemilik besar.

Di tengah berbagai stigma dan kontroversi terhadap diaspora NTT di Bali, inilah saatnya berbenah. Cara kita merespons dan menyampaikan pesan harus berubah. Tidak perlu berteriak atau mengolok diri sendiri.

Yang utama adalah keberanian tampil di tengah keberagaman, bergaul, dan berbaur. Nilai yang dihargai bukan posisi, tetapi kontribusi nyata melalui karya dan keteladanan hidup.

Dirgahayu ke-40 Flobamora NTT di Bali.
Di mana bumi kita pijak, di sana langit kita junjung.
Di mana karya kita nyata, di sana martabat tanah leluhur terangkat.

Salam Flobamora, Bhinneka Tunggal Ika.

(Catatan: Valerian Libert Wangge, Sekretaris Umum IKB Flobamora NTT di Bali)

Baca juga :
  • Ketika Diam Lebih Bernilai dari Kata
  • Bunuh Diri, Absurdisme dan Manusia Pesimis
  • Media Online Bali, Antara Red Ocean dan Peluang