AI Ancam Otak Gen Z: Ketergantungan Picu Efek Brain Rot
YOGYAKARTA, PODIUMNEWS.com - Tingginya adopsi kecerdasan buatan (AI) di kalangan anak muda Indonesia memicu kekhawatiran serius dari akademisi. Hasil Survei Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2025 mengungkap bahwa Generasi Z menjadi kelompok pengguna AI tertinggi, mencapai 43,7 persen, jauh melampaui Generasi Milenial yang berada di angka 22,3 persen. Angka masif ini dikhawatirkan berdampak buruk pada kemampuan kognitif dan berpikir kritis generasi muda.
Guru Besar UGM dan Pemerhati Rekayasa Perangkat Lunak, Prof Ridi Ferdiana, memperingatkan bahwa kemudahan yang ditawarkan oleh AI kini menjebak Gen Z dalam fenomena yang ia sebut sebagai DDA atau ‘dikit-dikit AI’. DDA adalah kondisi penggunaan AI yang berlebihan di segala aktivitas tanpa verifikasi informasi, yang berujung pada ketergantungan.
Menurut Prof Ridi, hal ini merupakan keniscayaan bagi generasi yang tumbuh sebagai digital native. Ia menilai, disrupsi terbesar saat ini adalah hadirnya generative AI yang mengubah cara berpikir dan hidup generasi muda secara fundamental.
“Generasi Z itu lahir sebagai digital native, sudah dimanjakan teknologi sejak kecil. Generative AI sekarang menjadi bentuk disrupsi terbesar yang mengubah cara berpikir dan hidup mereka,” ujar Prof Ridi melalui siaran pers, Jumat (7/11/2025).
Bahaya Brain Rot dan Penurunan Daya Ingat
Prof Ridi secara tegas menyoroti bahaya utama dari fenomena DDA, yaitu dampak underload (beban kerja berkurang) pada otak. Penggunaan AI yang masif menyebabkan berkurangnya kemampuan otak dalam berpikir dan bernalar, yang berisiko pada penurunan kemampuan berpikir kritis dan daya ingat.
“Banyak anak muda sekarang yang menggunakan AI di segala aktivitasnya, sehingga berdampak pada fenomena underload yang membuat berkurangnya kemampuan otak dalam berpikir. Jadi critical thinking dan aspek memorize menurun, makanya yang paling gawat terjadi efek brain rot terjadi karena malas mikir dan dikit-dikit jadi tanya ke AI,” ungkapnya.
Di lingkungan kampus, adopsi AI sangat cepat. Prof. Ridi memperkirakan dari total 60.000 mahasiswa UGM, sekitar 45.000 di antaranya telah menggunakan teknologi ini. Ia memprediksi adopsi di kalangan anak muda bisa mencapai 100 persen pada tahun 2030.
Untuk mengantisipasi bahaya ini, Prof. Ridi menekankan pentingnya generasi muda menggunakan AI secara bijak dan tidak menjadikannya sebagai pengganti penuh peran mereka dalam menyelesaikan masalah. Ia memperkenalkan konsep ERA (Esensial, Rating, dan Applicable) sebagai pedoman agar generative AI hanya menjadi partner, bukan pengendali penuh.
(riki/sukadana)