Banyak RS Pratama Dibangun, Tapi Belum Melayani
JAKARTA, PODIUMNEWS.com – Ombudsman RI merilis Hasil Reviu Sistemik Optimalisasi Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit Pratama dan menemukan fakta bahwa sebagian besar RS Pratama belum mampu memberikan layanan kesehatan publik secara optimal, meskipun telah selesai dibangun. Dari 89 RS Pratama di 21 provinsi, sebanyak 21 persen belum beroperasi dan 43 persen belum terakreditasi, sehingga tidak dapat melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) maupun memenuhi standar fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih, dalam paparan di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Selasa (18/11/2025), menjelaskan bahwa persoalan utama bukan terletak pada pembangunan fisik rumah sakit, melainkan pada lambatnya operasional akibat kendala tata kelola, perizinan OSS, akreditasi, serta minimnya dukungan SDM dan pendanaan daerah.
“Banyak RS Pratama telah berdiri secara fisik, tapi belum memiliki izin operasional, belum terakreditasi, dan belum terhubung dengan sistem layanan kesehatan dan JKN,” jelasnya.
Ombudsman RI juga menilai sejumlah RS Pratama yang sudah beroperasi belum memenuhi syarat layanan dasar. Status RS Pratama sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama tidak didukung oleh sarana farmasi, alat kesehatan, maupun jejaring rujukan yang memadai. Digitalisasi sistem kesehatan terhambat oleh keterbatasan infrastruktur, terutama di daerah sulit akses. Sementara itu, pemenuhan SDM masih menjadi persoalan serius karena banyak pemerintah daerah belum menyiapkan perencanaan alokasi tenaga medis sesuai standar.
Di sisi regulasi, Ombudsman menemukan bahwa proses perizinan OSS berjalan lambat, sementara standar akreditasi dinilai tidak sepadan dengan kapasitas RS Pratama. Minimnya pendampingan dari pemerintah daerah dan instansi terkait turut memperburuk penundaan operasional, sehingga berpotensi menimbulkan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban pelayanan publik.
Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. Dante Saksono Harbuwono, menanggapi temuan tersebut dengan menekankan pentingnya kesiapan operasional dibanding sekadar pembangunan fisik fasilitas.
“Tantangan utama bukan mendirikan rumah sakit, tetapi memastikan rumah sakit itu bisa berfungsi dan melayani masyarakat,” ujarnya. Pemerintah juga menegaskan akan memberlakukan kebijakan rujukan langsung untuk peserta BPJS Kesehatan di RS Pratama tanpa harus melalui rujukan berjenjang.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti, mengakui masih ada ketidaksesuaian pemahaman terkait kewenangan BPJS di tingkat daerah, yang berdampak terhadap pemanfaatan layanan JKN di RS Pratama. Ia menekankan pentingnya sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat, daerah, dan pengelola fasilitas kesehatan.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menambahkan bahwa RS Pratama memiliki peran krusial dalam pemerataan layanan publik, terutama di wilayah terpencil, terluar, dan tertinggal (3T). “RS Pratama sangat terasa kehadirannya di daerah 3T. Karena itu, kualitasnya harus diwujudkan, bukan hanya kehadirannya,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, Ombudsman RI akan menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada Kementerian Kesehatan, BPJS, dan pemerintah daerah, serta mengawal implementasinya melalui mekanisme monitoring dan konsultasi lintas sektor sesuai mandat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008.
(riki/sukadana)