Podiumnews.com / Kolom / Opini

ATARAXIA

Oleh Podiumnews • 28 November 2021 • 19:45:35 WITA

ATARAXIA
Kang Marbawi, Kasubdit Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan BPIP. (Foto: doc.bpip/Istimewa)

Jelas tak sama! Namun seolah memiliki sifat ilahiyah yang universal.

Sejak manusia hadir di muka bumi dan mengenal kebutuhan hidup serta berinteraksi, “Dia” begitu dibutuhkan dan berkuasa. “Dia” bisa menjadikan seseorang berwajah “bak nabi” yang penuh welas asih atau pengemis atau menjadi wajah sebengis, sesadis si angkara murka. Tak bernurani!

Makhluk yang satu ini pun, punya daya evolusi teramat kenyal dan fleksibel. Evolusi yang menakjubkan. Tak ada makhluk di kolong langit yang berevolusi sedemikian dahsyat dan elegan seperti makhluk ini. “Dia” berevolusi dan bertiwikrama sekaligus.

“Dia” juga memiliki kemampuan survival of the fittest (kemampuan adaptasi dalam kehidupan) di segala masa. Beradaptasi di segala cuaca politik, ekonomi, budaya, dan siapapun penguasanya. Juga adaptasi dengan yang memegangnya. “Dia” bisa melahirkan kekuasaan yang korup, diktator lalim, penjilat dan pemburu rente. Wajah-wajah bertopeng yang tak terhitung rupanya pun sering tampil. Namun juga wajah-wajah biasa berbalut kemanusiaan dan filantropis. Mengantarkan kepada kebahagian dan keberkahan umat.

Makhluk yang disebut “Dia” itu, adalah “Uang”.   Uang sebagai alat tukar, telah digunakan manusia dan memiliki daya tawar yang sangat agung.  “Rahim” yang paling nyaman bagi uang adalah kapitalisme, yang digagas Karl Maxs. Sebab selain sebagai rahim, kapitalisme juga bermutasi menjadi virus yang lebih imun bagi “uang”. Uang memiliki sifat universal.

Sifat universal yang menjadikannya mampu bermutasi-bertiwikrama dalam berbagai macam format. Kertas, koin, saham, logam mulia, rumah, tanah, gedung, kolam renang, pulau, laut, hutan rimba, mobil odong-odong sampai mobil sport termewah dan bentuk kekayaan lainnya. Juga peniti, bros bahkan sekedar gantungan kunci. Dia juga bisa hadir tak kasat mata, virtual, menjadi bitcoin, crypto, pulsa, kuota internet, listrik juga ide.

Penganut hedonisme –anak kandung kapitalisme, pasti sepakat atas keagungan, kesaktian dan kekuasaan “uang” ini. Mereka memuja kesenangan inderawi dan membutuhkan alat untuk meraihnya. Dan alatnya adalah uang. Uang bagi penganut mazhab hedonisme, menjadi sumber kebahagiaan. Dan yang dihasilkan dari kerja atau usaha. Mazhab hedonisme yang diwahyukan oleh Aristippos dari Kyrene, (433 – 355 SM) memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi.

Padahal Epicurus (342 SM) mengabarkan bukan uang, harta atau kekuasaan yang menjadi sumber kebahagiaan. Kaum Epikurean -pengikut Epikuros, juga para nabi, sufi dan para bijak bestari mendakwahkan: yang membahagiakan dari kerja bukan dapat honor berapa, tapi eksis sebagai manusia. Melakukan sesuatu, memproduksi dan mengubah sesuatu itulah kebahagian dalam kerja.

Kebahagiaan adalah ketentraman jiwa yang tenang, kebebasan dari perasaan risau dan keadaan seimbang rohani.  Mewujudkan keadilan sosial, ketentraman, kesejahteraan, keamanan dan kebebasan yang bertanggung jawab adalah tujuan bahagia.  Itulah tujuan kebahagiaan yang disebut kaum Epikurean dengan “ATARAXIA”. Mewujudkan Ataraxia adalah salah satu tujuan dari Pancasila. 

Oleh: Kang Marbawi, Kasubdit Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan BPIP

.(COK/RIS/PDN)