Podiumnews.com / Kolom / Editorial

Turis Berulah, Siapa Salah?

Oleh Editor • 12 Maret 2023 • 20:03:00 WITA

Turis Berulah, Siapa Salah?
Polantas Polresta Denpasar merazia turis asing berkendara motor tanpa helm, Sabtu (11/3) di Denpasar. (foto/hes)

PADA tiga pekan ini jagat maya di Bali diramaikan oleh pemberitaan dan aksi menviralkan barbagai ulah turis asing yang bikin onar maupun melanggar aturan. Mulai dari pelanggaran berlalu-lintas (lalin) mengendarai sepeda motor tanpa helm, melebihi lama izin tinggal (overstay), menyalahgunakan visa pelancong untuk bekerja  dan berbisnis.

Justru awal mula sorotan turis asing berulah bermula dari yang kasat mata soal perilaku melanggar peraturan lalu-lintas saat mengendarai sepeda motor. Di kawasan wisata Canggu, Kuta, Ubud dan sekitarnya, jamak kita jumpai turis asing mengenderai sepeda motor tanpa mengenakan helm dan menerobos lampu lalu-lintas (traffic light) tanpa rasa takut.

Aksi pelanggaran aturan lalu-lintas semacam itu pun juga sudah menjadi perilaku lumrah keseharian warga kita sendiri. Bahkan tindakan pelanggra itu dianggap sesuatu biasa-biasa saja. Tapi mengapa ketika pelakunya turis asing, kita bagai kebakaran jenggot? Bisa jadi turis asing itu cuma meniru perilaku warga selaku tuan rumah.

Jika warga kita sendiri menganggap itu wajar, turis asing pun juga beranggapan boleh-boleh saja melanggar aturan lalin. Sebuah perilaku yang dianggap boleh dilakukan siapapun yang tinggal di Bali.

Sedangkan pelanggaran jenis lain hanyalah fenomena gunung es. Misalnya dalam kasus warga lokal bermitra bisnis dengan turis asing. Tidak jarang warga kita sendiri seringkali meminta dimodali oleh turis asing  dalam memulai bisnis mereka.

Maka boleh jadi maraknya perilaku turis asing berulah, ini karena kita sendiri yang terlalu permisif terhadap namanya modal dan embel-embel demi pariwisata. Selain itu, hal ini juga menandakan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dilakukan oleh pemerintah terutama instansi terkait.

Hanya saja ketika menjadi booming akibat diviralkan netizen dan media, barulah menunjukan diri bertindak. Jika saja tindakan pencegahan sejak dulu dilakukan secara serius, barangkali hal semacam ini tidak mungkin terjadi.  Sudah seharusnya kia berhenti menggunakan model penyelesaian masalah gaya “pemadam kebakaran”.

Terlepas dari itu semu, marilah pada momen ini kita berhenti hanya menyalahkan kelakuan turis asing yang berulah. Inilah saatnya kita semua duduk bersama untuk introspeksi dan mengevaluasi secara menyeluruh untuk membenahi tata kelola industri pariwisata Bali menjadi lebih berkualitas lagi. (*)