Search

Home / Kolom / Editorial

Usut Sindikat WNA KTP Palsu

Editor   |    14 Maret 2023    |   21:12:00 WITA

Usut Sindikat WNA KTP Palsu
ilustrasi sindikat pembuat KTP palsu (sumber: halloriau)

KASUS warga negara asing (WNA) mengantongi KTP palsu di Bali, harus diusut sampai tuntas hingga akar-akarnya oleh aparat penegak hukum kita. Bukan hanya berhenti pada WNA pemilik KTP palsu itu saja. Harus diusut juga keterlibatan oknum dalam birokrasi dan peran calo yang memuluskan terbitnya KTP palsu tersebut.

Bukan rahasia umum lagi, jika dalam pengurusan administrasi kependudukan (Adminduk) seperti KTP dan kartu keluarga (KK), ada pihak-pihak yang menyediakan jasa sebagai calo. Jasa calo ini umumnya dipakai warga yang kesulitan mengurus Adminduk mereka, tentu dengan imbalan sejumlah uang.

Untuk memuluskan pekerjaannya, para calo tersebut pasti telah memiliki “orang dalam” atau oknum birokrasi yang akan membantu. Tentunya dengan berbau “uang pelicin”. Di sinilah tindakan koruptif oknum birokrasi level bawah sangat gamblang secara terang-terangan melakukan tindakan tercela tersebut.

Jika menilai pola dan cara kerjanya, sudah bisa dipastikan ini sebagai sebuah sindikat. Karena adanya pola kerjasama yang saling mengerti serta pembagian peran dan tugas yang jelas dari masing-masing aktornya. Tentunya dengan kesepakatan berbagi hasil berupa keutungan ekonomi.

Praktik semacam ini terbentuk akibat adanya kondisi supplay and demand, integritas atau mental oknum birokrasi yang buruk ditunjang lagi lemahnya pengawasan. Ujung-ujungnya yang paling dirugikan dari praktik ini adalah masyarakat kita sendiri.

Bahkan kasus ini telah mencederai rasa keadilan dari masyarakat kita terutama dari kalangan bawah yang seringkali justru sering dipersulit oleh oknum birokrasi saat mengurus keperluan surat-surat penting semacam perizinan, administrasi kependudukan dan lainnya.

Seringkali mereka malah disuruh bolak-balik oleh oknum birokrasi untuk hal seharusnya terbilang remeh-temeh. Tidak jarang mereka harus meninggalkan pekerjaan mencari nafkah  demi mengurus keperluan surat-surat tersebut. Tak heran jika ada pameo di masyarakat kita terkait kondisi ini dengan celetukan,”jika bisa dipersulit,kenapa harus dipermudah?”.

Di sinilah rasa keadilan kita terusik. Bagaimana tidak? Masyarakat kita sendiri seringkali dipersulit, tetapi WNA yang jelas-jelas tidak boleh memiliki KTP Indonesia malah dipermudah karena adanya imbalan segepok uang pelicin.

Jadi sekali lagi, aparat penegak hukum harus bertindak tegas dan mengusut kasus ini hingga tuntas ke akar-akarnya, dan memberi ganjaran hukum yang berat kepada pelaku yang terlibat di dalamnya tanpa pandang bulu.

Sebab perbuat mereka juga telah mempertaruhkan kedaulatan negara kita. Karena Adminduk adalah syarat dasar dari hak-hak warga negara, dan salah satunya terkait kepemilikan lahan dan properti. Jika warga negara asing begitu gampang dengan cara pemalsuan memiliki Adminduk, maka di kemudian hari akan banyak lahan-lahan dan properti di negeri ini dapat beralih penguasaannya pada orang asing. (*)    

    

  

    

   

 


Baca juga: Sasar Turis Berkualitas