Search

Home / Aktual / Hukum

Kekerasan Seksual di Tempat Kerja Masih Tinggi

Editor   |    10 Juni 2023    |   16:10:00 WITA

Kekerasan Seksual di Tempat Kerja Masih Tinggi
Ilustrasi pelecehan seksual di tempat kerja. (shutterstock)

JUMLAH kasus dan korban kekerasan seksual yang tejadi di tempat kerja untuk Indonesia masih tinggi. Sebagian besar korbanya adalah kaum perempuan.

Demikian diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah melalui keterangan tertulis, Sabtu (10/6/2023).  

Untuk itu, Ida mengajak semua pihak untuk serius melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja. Pihaknya pun telah menerbitkan Keputusan Menteri Kenenagakerjaan (kepmenaker) Nomor 88 Tahun 2023 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.

Peraturan ini lanjut Ida, sebagai panduan bagi pengusaha, pekerja/buruh, instansi pemerintah, dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanganan seksual di tempat kerja.

“Pelecahan seksual tidak dapat ditoleransi. Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja ini sangat membutuhkan pemahaman, perhatian, dan dukungan dari semua pihak,” kata.

Ida mengatakan, Kepmenaker ini penting untuk diterbitkan karena jumlah kasus dan korban kekerasan seksual di tempat kerja masih tinggi. Berdasarkan data Komnas Perempuan, pada 2021, terdapat 389 kasus dengan sebanyak 411 korban, 2022 terdapat 324 kasus dengan 384 korban, dan hingga Mei 2023 terdapat 123 kasus dengan 135 korban.

Selain itu, berdasarkan survei ILO pada 2022, sebanyak 70,93 persen dari total 1.173 responden mengaku pernah mengalami salah satu bentuk kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Sebanyak 69,35 persen korban mengalami lebih dari satu bentuk kekerasan dan pelecehan.

Sementara itu, kekerasan dan pelecehan paling sering dialami korban adalah yang bersifat psikologis sebanyak 77,40 persen, disusul seksual sebanyak 50,48 persen. Sampai saat ini, jumlah korban kekerasan di tempat kerja masih didominasi oleh perempuan sebanyak 656 orang.

“Selain tingginya angka kasus dan korban, Kepmenaker ini diterbitkan untuk menyingkronkan dan menguatkan aturan sebelumnya agar pelaksanaan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja lebih optimal, serta dapat menjaga hubungan industrial yang harmonis dan produktif,” katanya.

Ida menjelaskan, ruang lingkup Kepmenaker ini adalah hal-hal terkait upaya-upaya pencegahan kekerasan seksual di tempat kerja, pengaduan, penanganan, dan pemulihan korban, serta pembejtukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Tempat Kerja.

Dalam Kepmenaker ini, dijelaskan 9 bentuk kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Yang meliputi pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Sedangkan pelaku maupun korban dapat terjadi dari pihak pengusaha, pekerja/buruh, dan orang lain yang berada di lingkungan kerja. Adapun, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan memasukkan kebijakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, melaksanakan edukasi kepada para pihak di tempat kerja, meningkatkan kesadaran diri, menyediakan sarana dan prasarana kerja yang memadai, serta mempublikasikan gerakan antikekerasan seksual di tempat kerja.

“Oleh karenanya, pencegahan dan penanganan kekerasan seksual ini membutuhkan peran semua pihak, dan dalam Kepmenaker ini kami menegaskan kembali peran Satgas Pencegahan dan Penanganan KS di perusahaan yang berperan menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan sesuai kebijakan perusahaan,” jelasnya.

Ida menambahkan, korban, keluarga korban, rekan kerja korban, dan pihak terkait dapat melaporkan tindakan kekerasan seksual secara daring dan luring kepada Satgas yang dibentuk di perusahaan, Dinas Ketenagakerjaan setempat, Kemnaker, ataupun Kepolisian.

Sedangkan penanganan dilakukan dengan pendampingan terhadap korban sesuai peraturan perundang-undangan, pelindungan terkait pemenuhan hak-hak pekerja, serta sanksi oleh perusahaan dan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.

Adapun sanksi yang dapat diberikan perusahaan kepada pelaku tindak kekerasan seksual di tempat kerja dapat berupa surat peringatan, pemindahan atau penugasan ke divisi/bagian/unit kerja lain, mengurangi atau menghapus kewenangannya di perusahaan, pemberhentian sementara (skorsing), dan/atau pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kami juga meminta upaya pencegahan dan penanganan ini dilaksanakan secara serius dengan memastikan bahwa pengaduan tersebut ditangani dengan segera dan tanpa diskriminasi,” ujarnya. (riki/sut)

Baca juga :
  • Remaja Tanpa Tujuan Masuk Bali Lewat Pantai, Bawa Sajam
  • GSR Ditemukan di Tubuh Tersangka Penembakan Mengwi
  • Kapolda: DFJ Sediakan Sarana Aksi Penembakan Mengwi