Search

Home / Sorot / Politik

Wujudkan Pemilu Tanpa Politik Uang

Editor   |    21 Juli 2023    |   19:46:00 WITA

Wujudkan Pemilu Tanpa Politik Uang
Ilustrasi kampanye tolak politik uang. (kompas)

SEBUAH gerakan bersama untuk membudayakan pemilu tanpa politik uang tengah gencar dilakukan oleh kolaborasi Kemenkominfo, Bawaslu, KPU dan KPK lewat kampanye "Hajar Serangan Fajar".

Indonesia akan kembali menggelar pemilihan umum (Pemilu) pada tahun 2024 sebagai pesta demokrasi lima tahunan. Menariknya, selain memilih wakil rakyat untuk duduk di parlemen pusat dan daerah atau dikenal sebagai pemilihan legislatif (Pileg) serta memilih presiden dan wakil presiden (Pilpres) untuk memimpin bangsa lima tahun berikutnya, di 2024 juga digelar pemilihan kepala daerah (Pilkada).

Ada sebanyak 271 daerah menggelar pilkada, terdiri atas 24 provinsi mengadakan pemilihan gubernur-wakil gubernur, 56 kota memilih wali kota-wakil wali kota, dan 115 kabupaten melakukan pemilihan bupati-wakil bupati.

Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan, terdapat 205.853.518 orang penduduk Indonesia tercatat dalam daftar pemilih sementara (DPS) di Pemilu 2024. Mereka tersebar di 514 kabupaten/kota, 7.277 kecamatan, 83.860 kelurahan/desa, dan siap memadati 823.287 lokasi tempat pemungutan suara baik yang terdapat di dalam negeri atau di luar negeri dan suara mereka akan diperebutkan oleh ribuan peserta pileg, dan para kontestan pilpres serta pilkada dalam pesta demokrasi serentak terbesar sepanjang sejarah pemilu di tanah air.

Sayangnya, praktik-praktik politik uang masih acap mewarnai perjuangan oknum peserta pemilu sebagai cara instan untuk membeli kemenangan agar lolos ke kursi parlemen atau menjadi orang nomor satu di daerahnya. Hasil kajian Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkapkan, praktik politik uang telah begitu membudaya dan mengonstruksi proses demokrasi di tanah air.

Seturut hal itulah, berdasarkan hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2018, soal politik uang, diketahui bahwa 72 persen pemilih mengaku menerima politik uang. Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana berujar, “Politik uang yang dikenal juga sebagai "serangan fajar" menjadi sumber masalah sektor politik dan berujung kepada tindak pidana yaitu terjadinya korupsi.”

Oleh sebab itu, lembaga antirasuah tersebut pada 14 Juli 2023 mencanangkan kampanye "Hajar Serangan Fajar" untuk menghadapi Pemilu 2024. Kampanye ini sebagai seruan kepada seluruh lapisan masyarakat terutama yang akan menjadi bagian dari Pemilu 2024 untuk menolak, menghindari, dan membentengi diri dari godaan politik uang dalam kontestasi pesta demokrasi.

KPK meyakini, pemilu merupakan hajatan demokrasi milik rakyat Indonesia. Demokrasi merupakan kedaulatan rakyat dan suara rakyat adalah suara Tuhan. Oleh karenanya, melalui pemilu, bangsa ini akan menentukan arah nasibnya untuk lima tahun ke depan.

Alhasil, kampanye pemilu jujur, bersih, dan adil ini merupakan pendekatan kebudayaan yang bagus sebagai antisipasi terhadap kejahatan pemilu seperti politik uang. Pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sendiri menyebutkan, titik kerawanan politik uang sudah terjadi sejak fase kampanye, pencalonan, masa pemungutan hingga perhitungan suara.

Hasil kajian KPK di 2018, terkait potensi korupsi pada pemilu ditemukan fakta bahwa sebanyak 95 persen pemilih menjatuhkan pilihan kepada peserta pemilu lebih kepada faktor banyaknya uang yang dimiliki, 72,4 persen karena aktivitasnya di media sosial (medsos), dan 69,6 persen lantaran popularitasnya. Sejak 15 tahun terakhir, kontestan peserta pemilu banyak memilih berkampanye dan "memasarkan" visi-misi mereka lewat medsos. Selain memiliki jangkauan lebih luas, berkampanye di dunia maya tentu jauh lebih terjangkau.

Apalagi masyarakat Indonesia sudah sangat melek internet. Melansir data hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) di akhir 2022, ada sebanyak 215.626.156 orang Indonesia memakai internet di kehidupan sehari-harinya. Artinya, ada sekitar 78,19 persen dari total 275.773.901 penduduk Indonesia adalah pengguna jasa internet yang didominasi oleh usia 18--34 tahun atau masuk dalam jajaran para pemilih muda. Anggota KPU August Mellaz seperti diberitakan Antara menyebutkan, ada sebanyak 107 juta orang dikategorikan sebagai pemilih muda atau dengan rentang usia 17--40 tahun.

Bertolak pada hal itu, Kementerian Kominfo yang turut digandeng oleh lembaga antirasuah menyambut baik kampanye "Hajar Serangan Fajar" tersebut. Bahkan seperti dinyatakan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong, pihaknya akan mengerahkan seluruh kanal informasi yang dimiliki.

"Kita akan kerahkan videotron seluruh kementerian/lembaga/ pemerintah daerah. Kita akan bekerja sama dengan perusahaan telekomunikasi untuk mengirimkan pesan Whatsapp blast kepada masyarakat, sehingga kita bisa mengampanyekan dengan masif ke seluruh masyarakat di pelosok Indonesia," kata Dirjen IKP.

Semua itu dilakukan demi tetap tegaknya demokrasi dan mewujudkan pesta demokrasi lima tahunan yang jujur, bersih, dan adil serta tanpa embel-embel politik uang. (riki/sut)


Baca juga: Kontroversi Putusan Hakim Penundaan Pemilu