KURANG lebih telah dua puluh tahun wacana bagaimana mengatasi masalah pelik sampah di Bali, tak kunjung menemukan solusi pasti yang manjur. Jika tidak ada solusi nyata yang dapat menyelesaikan pelik sampah di Bali secara menyeluruh, maka hal itu dikhawatirkan akan menjadi bom waktu bagi Bali ke depan. Munculnya permasalahan dampak kerusakan lingkungan dan kesehatan itu sudah tentu, dampak lain turut dipikirkan juga adalah munculnya konflik sosial dan kerugian ekonomi cukup luas terutama pada sektor pariwisata sebagai andalah Bali. Sebagai contoh kerusakan lingkungan adalah sungai-sungai dan laut di Bali mulai tercemari sampah plastik dan lainnya. Sedangkan dampak kesehatan terutama diderita oleh warga di sekitar tempat akhir pembuangan sampah (TPA), mulai dari bau tak sedap hingga penyakit pernafasan akibat kebakaran yang terjadi di TPA sejumlah kabupaten/kota, seperti baru-baru ini. Lalu untuk konflik sosial juga sempat muncul dengan terjadinya penolakan pembuangan sampah ke TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terpadu) Kertalangu Denpasar oleh warga sekitar disebabkan bau tak sedap yang ditimbulkan. Sementara kerugian ekonomi sudah terlihat jelas pada penanganan kebakaran sampah di TPA Suwung yang menghabiskan anggaran pemerintah cukup besar. Sedangkan pada sektor pariwisata akan dirasakan dalam jangka panjang. Hal ini pun sempat diakui Penjabat (Pj) Gubernur Bali SM Mahendra Jaya. Terlebih mengingat tren pariwisata di dunia saat ini mengarah pada ecotourism atau pariwasata ramah lingkungan. Sebetulnya pemerintah daerah telah melakukan sejumlah upaya namun hal itu belum cukup mengatasi permasalahan sampah di Bali yang sudah kadung pelik. Seperti Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai. Juga kemudian mengubah paradigma penanganan sampah dari pola lama dari “angkut-buang”, kepada pola baru “pilah di sumber” dengan mendorong pembangunan TPST serta TPS3R (Penyelenggaraan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle). Bahkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali selama empat tahun ini terus gencar mengkampanyekan atau mensosialisasikan Pengolah sampah berbasis sumber (PSBS). Dari sini sudah terlihat jika ada kesadaran bahwa sampah dapat menjadi ancaman serius yang dapat menjadi bom waktu bagi Bali. Namun sekarang yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mencari solusi manjur untuk mengatasi persoalan pelik sampah di Bali itu secara menyuluruh dan bersifat untuk jangka panjang. Ini adalah pekerjaan rumah (PR) bersama bagi semua komponen masyarakat Bali terutama kalangan kampus yang menjadi rumah bagi orang-orang paling cerdas untuk turut mengkaji juga memikirkan lebih serius lagi bagaimana solusi manjur mengatasi hal itu semua. Perguruan tinggi sebagai ladang ilmu pengetahuan dan pemikiran jangan lagi cuma menjadi menara gading bagi masyarakat. Kini saatnya membumikan segala pengetahuan dan pemikiran dimiliki untuk diterapkan turut mengatasi berbagai problem sosial di tengah masyarakt termasuk soal pelik sampah di Bali. (*)
Baca juga:
Sasar Turis Berkualitas