Podiumnews.com / Aktual / Politik

DPRD Harus Evaluasi Janji THR Bupati Badung

Oleh Editor • 13 Maret 2025 • 14:28:00 WITA

DPRD Harus Evaluasi Janji THR Bupati Badung
Mantan anggota DPRD Badung Ketut Subagia. (foto/edy)

BADUNG, PODIUMNEWS.com - Uang Tunjangan Hari Raya (THR) yang pernah dijanjikan Bupati Badung, Wayan Adi Arnawa, akhirnya memicu polemik. Berbagai tanggapan disampaikan masyarakat melalui media sosial, pasca ditetapkannya ketentuan penerima THR oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Badung.

Menurut salah seorang warga Badung, I Ketut Subagia, janji pemberian THR Rp2 juta per KK, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara langsung kecuali sudah dituangkan dalam peraturan daerah (Perda) atau kebijakan resmi setelah mereka terpilih.

Jika janji tersebut tidak direalisasikan dengan alasan tidak ada regulasi, menurut mantan anggota DPRD Badung ini, ada beberapa hal yang perlu dicermati.

Pertama, memeriksa dokumen apakah janji tersebut tertulis dalam visi-misi resmi yang disampaikan ke KPU oleh bupati saat menjadi calon dalam pilkada tahun lalu.

Apakah ada rencana dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah), yang mengarah ke janji tersebut.

Selain itu, harus ada transparansi Anggaran. Anggaran daerah harus mengikuti regulasi, termasuk UU Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pengelolaan keuangan daerah.

Berdasarkan dua pencermatan itu kata Ketut Subagia, masyarakat yang masih penasaran bisa menyampaikan pengaduan kepada DPRD. "Bikin pengaduan ke DPRD Badung agar dilakukan evaluasi terhadap realisasi janji kampanye bupati dan wakilnya," tegas Subagia, Kamis (13/3/2025).

Bila masih dipandang perlu, masyarakat juga bisa menyampaikan pengaduan ke pihak Ombudsman. "Bisa juga diadukan ke Ombudsman, sehingga ke depan tidak lagi ada kandidat asal janji. Karena janji-janji palsu kandidat bisa menang, sehingga KPU bisa menganulir bila janji kampanyenya tidak direalisasikan," jelas Subagia.

Ditanya kemungkinan menempuh jalur hukum, Subagia mengatakan, jika janji tersebut disampaikan dalam bentuk kontrak politik tertulis dan ditandatangani oleh masyarakat atau kelompok tertentu, bisa dicoba menuntut secara perdata.

Jika ada indikasi penipuan atau kebohongan publik yang disengaja, bisa dilaporkan ke pihak berwenang (misalnya Bawaslu atau kepolisian jika memenuhi unsur pidana).

"Yang paling mungkin dilakukan kampanye di media sosial, petisi, atau aksi damai untuk menuntut pertanggungjawaban moral dan politik bupati saat masih jadi calon ,"katanya. (edy)